Berikut adalah 10 kota dengan tingkat ketidaksukarelaan terbesar di Indonesia pada tahun 2024. Delapan parameter digunakan untuk menentukan peringkat ini.
—
bergabung dengan WhatsApp Channel, ikuti dan temukan berita terkini kami disini
—
Online.com –
Institut SETARA baru-baru ini mengumumkan kota terbaik dalam hal toleransi serta kota dengan toleransi rendah di Indonesia pada tahun 2024. Kota yang memiliki IKT tertinggi dinobatkan sebagai kota paling toleran, sementara itu keadaannya terbalik untuk kota dengan toleransi rendah.
Berikut adalah 10 kota paling intoleransi di Indonesia pada tahun 2024 menurut data dari SETARA Institute.
Menurut Direktur Eksekutif SETARA Institute, rendahnya indeks kebebasan konfesi dan keyakinan (IKT) di kota dengan tingkat intoleransi tertinggi dipengaruhi oleh peningkatan aktivitas yang menunjukkan intoleransi atau masalah-masalah negatif lainnya. Dia menjelaskan juga bahwa kurang adanya upaya untuk mempromosikan toleransi melalui pendekatan baru dan kreatif menjadi faktornya. Di sisi lain, beberapa daerah sudah giat menerapkan beragam inisiatif serta langkah-langkah revolusioner guna meningkatkan kesetaraan dan penghormatan terhadap keragaman agama dan etnis.
1. Kota Parepare di Sulawesi Selatan mendapat skor sebesar 3,945.
2. Kota Cilegon, Banten, memiliki skor 3,994.
3. Kota Lhokseumawe di Aceh memiliki skor sebesar 4,140.
4. Banda Aceh City, dengan skor 4,202.
5. Pekanbaru, Riau, dengan peringkat 4,320.
6. Bandar Lampung, dengan peringkat 4,357.
7. Makassar, Sulawesi Selatan, dengan nilai 4,363.
8. Ternate, Maluku Utara, dengan skor 4,370.
9. Kota Sabang, Aceh, dengan skor 4,377.
10. Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, memiliki skor 4,381.
Halili menyebutkan bahwa setiap tahun, peringkat 10 kota dengan indeks toleransi paling rendah cenderung tetap stabil. Sebagai contoh, Kota Pagar Alam dan Sabang masih berada di posisi 81 dan 85 masing-masing dari seluruh 94 kota yang disurvei pada tahun 2023. Meskipun kedua daerah tersebut tidak memiliki kebijakan atau insiden diskriminatif, lingkungan toleransi mereka belum sepenuhnya mapan.
Sebagai contoh, mengenai tujuan menciptakan kerelaan di setiap aspek pembangunan, upaya-upaya promosi tentang sikap saling menerima berbeda masih kurang nampak, serta performa pemerintahan belum memperlihatkan komitmen nyata dalam mendukung hal tersebut. Di sisi lain, ketidakefektifan dari beberapa kebijakan bersama dengan minimnya usaha untuk meningkatkan rasa hormat antar sesama turut menyebabkan sejumlah kota ditempatkan pada posisi ranking rendah.
Misalnya seperti Kota Cilegon, Banda Aceh, Pekanbaru, dan Lhokseumawe, menurut pengamatan SETARA Institute belum menciptakan inovasi guna mendorong toleransi, entah itu dalam wujud program atau pun regulasi. “Walaupun upaya-upaya telah dilakukan serta sudah cukup lama adanya area-area diskusi interreligius dan interetnis yang positif, namun faktanya masih terhalangi oleh peraturan dari pemkot,” jelas Halili.
Terdiri dari delapan parameter yang dipertimbangkan untuk mengevaluasi Indeks Kota Toleran pada tahun 2024 kali ini. Parameter-parameter tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), regulasi pemerintahan daerah setempat, insiden terkait ketidakterimaan, perkembangan organisasi kemasyarakatan, komunikasi resmi dari otoritas lokal, upaya konkret oleh pihak berwenang, tingkat keragaman religius, serta partisipasi sosial dalam konteks kepercayaan spiritual.
Dia menyebutkan bahwa Indeks Kota Toleran tersebut didasari pada beberapa set data yang dikumpulkan dari sumber-sumber resmi pemerintahan seperti BPS, data Komnas Perempuan, informasi dari SETARA Institute, serta artikel-media pilihan.
Bukan hanya begitu, pengumpulan data pun dijalankan dengan menggunakan kuisioner.
self-assessment
Kepada semua pemimpin kota. Pada saat bersamaan, terdapat 94 kota sebagai subjek analisis dari keseluruhan 98 kota di seluruh negeri ini. Keempat kota lainnya yang tak disebutkan adalah bagian dari wilayah administratif DKI Jakarta dan dinilai secara gabungan menjadi satu entitas, yakni Kota Jakarta.