,
Jakarta
– Sudah tiga tahun berlalu sejak penduduk mengajukan gugatan terhadap pemerintahan tersebut karena
kualitas udara Jakarta
Dan mengantongi kemenangan dalam gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 16 September 2021. Akan tetapi, sampai sekarang, pelaksanaan dari keputusan tersebut masih sangat tidak jelas. Beberapa kelompok menyatakan bahwa pemerintahan belum benar-benar menerapkan isi vonis yang sudah memiliki kekuatan hukum final.
Gugatan warga negara atau
citizen lawsuit
Hal tersebut diluncurkan oleh Gerakan Inisiatif Pembersihan Udara Koalisi Semesta, atau yang dikenal sebagai Koalisi Ibu Kota. Mereka mengadvokasi pemerintahan nasional maupun lokal karena gagal dalam memberikan hak publik terhadap udara segar. Tindakan hukum ini adalah hasil akhir dari usaha lama sejak tahun 2019, dimana serangkaian pembicaraan dengan administrasi belum menciptakan tindakan nyata.
Kelompok gabungan yang melibatkan 32 orang dengan keberagaman asal-usul mencakup antaraaktivis lingkungan dan mereka yang mengalaminya secara langsung akibat dampaknya.
polusi udara
pada akhirnya menuntut tujuh petinggi negeri, di antaranya adalah Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, bersama dengan Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, dan juga Gubernur Banten.
Dewan hakim menegaskan bahwa pihak terdakwa telah bertindak secara ilegal dan harus segera mengimplementasikan tindakan konkret untuk meningkatkan mutu udara. Akan tetapi, empat dari tujuh pihak yang bersangkutan—yaitu Presiden, Departemen Lingkungan Hidup dan Forestry (KLHK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)—mengajukan kasasi tidak lama sesudah vonis tersebut dikeluarkan. Akhirnya, Pengadilan Tertinggi merespons dengan mempertegas keputusan pada tanggal 21 November 2023.
Keputusan Mahkamah Agung itu menegaskan bahwa pemerintah harus membuat dan menerapkan strategi untuk mengontrol polusi udara, memantau gas buangan dari kendaraan dan sumber-sumber penyebab pencemaran lainnya, serta melakukan Inventori Lintas Provinsi tentang sumber-sumber pencemar udara di wilayah Jabodetabek. Akan tetapi, implementasinya dipersepsikan sebagai proses yang kurang cepat.
“Putusan itu sudah
inkracht
“Tetapi sampai saat ini kita belum menyaksikan tindakan nyata dari pemerintah nasional,” ungkap Alif Fauzi Nurwidiastomo dari LBH Jakarta, seorang bagian dari Koalisi Ibukota, lewat pernyataan tertulis pada awal tahun 2025. Dia mengingatkan bahwa penundaan implementasi vonis pengadilan bukan saja bertentangan dengan undang-undang, namun juga menciderai hak publik untuk mendapatkan udara yang segar dan bersih.
Koalisi Ibukota telah mengirimkan surat ke Presiden Prabowo Subianto serta para menteri yang relevan untuk memberikan tekanan. Menurut Alif, hingga kini tidak ada tanggapan resmi dari pemerintahan pusat tentang permohonan penanganan lebih lanjut itu.
Namun demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan bahwa mereka sudah menerapkan beberapa tindakan konkret. Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto, pihaknya menggunakan keputusan Mahkamah Agung sebagai acuan dalam penyusunan Strategi Pengendalian Pencemaran Udara tahun 2023 sampai dengan 2030.
“Langsung mengikuti keputusan perkara yang diajukan oleh warga,” ungkap Asep pada tanggal 10 Januari 2025. Dia menambahkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun sudah merilis website bernama udara.jakarta.go.id untuk menjadi alat pemantauan mutu udara dalam waktu nyata, sambil meningkatkan kontrol atas polusi industri serta hasil pembakaran mobil.
Sepanjang tahun 2024, telah diamati sebanyak 2.406 cerobong asap dari berbagai industri di Jakarta, dengan 13 operasi bisnis diketahui melanggar standar kualitas emisi. Enam kasus tersebut mendapat hukuman dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi, sedangkan enam lainnya disanksikan oleh Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara, dan satu lagi ditangani oleh Kementerian Lahan dan Perairan serta Kehutanan (KLHK).
Di bidang transportasi, kira-kira 1,7 juta unit kendaraan sudah melalui proses pengecekan emisi. Pemerintah Provinsi DKI pun telah mengembangkan sistem denda pajak untuk mobil-mobil yang gagal memenuhi standar uji emisi.
Namun, Koalisi Ibukota menganggap bahwa tindakan-tindakan itu belum cukup lengkap dan belum benar-benar merefleksikan janji semua pihak yang bersangkutan. “Pantauan antara provinsi, kontrol atas sumber polusi tetap, serta implementasi dari strategi nasional belum dijalankan dengan jelas dan seragam,” kata Alif.
Melanie Soebono, seorang musisi dan salah satu pemohon dalam kasus tersebut menyampaikan bahwa kesuksesan tuntutan masyarakat harus menjadi peluang bagi pemerintah untuk bertanggung jawab. Dia menambahkan, “Kami sudah berusaha selama bertahun-tahun supaya pihak pemerintahan melakukan langkah-langkah yang diperlukan. Apabila vonis ini tak dieksekusi dengan baik, maka hal itu hanyalah sebuah kemenangan kosong.”
Permasalahan kualitas udara di Jakarta tak boleh diremehkan. Berdasarkan Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), tingkat polutan PM2.5 di Jakarta di awal tahun 2025 tetap mencapai angka 26,9 mikrogram per meter kubik yang jauh melewati batas rata-rata tahunan sebagaimana ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia dengan faktor lebih dari kelima kalinya.
“PM2.5 mampu masuk ke dalam paru-paru dan tersebar di seluruh tubuh. Hal ini dapat memicu kanker paru, iritasi pada saluran pernapasan, serta gangguan neurodegeneratif,” jelas Alvi dari ASRI. Dia melanjutkan bahwa pencemaran udara juga sangat berbahaya bagi para atlet, mereka bernapas hingga 20 kali lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata orang biasa.
Dalam konteks situasi tersebut, Koalisi Ibukota meminta kepada Gubernur DKI Jakarta terpilih agar menjadikan masalah udara segar sebagai fokus utama. “Harapan dari janji kampanye mengenai kota ramah lingkungan perlu ditunjukkan melalui tindakan konkret,” ungkap Alif.
Irsyan Hasyim
dan
M. Khory Alfarizi
menyumbang untuk penyusunan artikel ini.