SEMARANG – Gubernur Jateng Ahmad Lutfi menyatakan dirinya yakin bahwa pembaruan untuk tempat tinggal yang tidak memadai (RTLH) serta backlog dalam hal hunian di daerahnya dapat diselesaikan dalam jangka waktu lima tahun mendatang.
Luthfi menyampaikan hal tersebut selama upacara penandatanganan Memorandum of Understanding bersama Departemen Perumahan dan Tata Ruang (PTR) tentang sektor pemukiman, yang berlangsung di gedung Gradhika Bhakti Praja Semarang pada hari Jumat, 20 Juni 2025 malam.
Karena itu, ia melanjutkan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengembangkan suatu program yang bertujuan untuk setiap Keluarga Kecil (KK) memiliki satu unit rumah yang layak ditempati. Program ini pun sudah dipertimbangkan dari segi anggarannya. Tujuannya adalah agar peningkatan kualitas rumah tidak layak huni dapat diselesaikan di seluruh provinsi Jawa Tengah dalam jangka waktu lima tahun mendatang.
“Dalam setahun terdapat sekitar 17.000 perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), sehingga tak akan ada lagi rumah miskin ekstrem atau RTLH di wilayah kita. Demikian pula dengan masalah backlog, oleh karena itu kami mengumpulkan bupati dan wali kota guna memverifikasi datanya,” ungkap Luthfi.
Tahun 2025 mendatang, jumlah rumah yang akan ditangani di Jawa Tengah mencapai 26.356 unit. Perincian angka tersebut terdiri atas 17.510 unit berasal dari APBD Provinsi Jawa Tengah dengan rincian yaitu 17.000 unit untuk RTLH dan 510 unit merupakan backlog; sementara itu dana APBD kabupaten/kota menyediakan sekitar 6.776 unit; serta kontribusi Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan berjumlah 2.070 unit.
Menurut Luthfi, pelaksanaan dan pencapaian pembangunan perumahan yang layak huni adalah salah satu tanda utama dalam mengurangi kemiskinan dan kemiskinan ekstrim di Jawa Tengah. Untuk mencapainya, dibutuhkan kerjasama dan koordinasi antar berbagai pihak. Ini melibatkan pemerintah nasional, pemerintah provinsi, hingga pemerintah kabupaten atau kota, termasuk juga kontribusi tanggung jawab sosial korporasi (CSR) dan dukungan sosial dari entitas luar lainnya.
Berikut adalah detailnya: Penandatanganan bersama dengan Kementerian PKP bertujuan untuk menggabungkan database dan mempercepat pencapaian kebutuhan perumahan bagi keluarga berpendapatan rendah (KBR) serta pegawai negeri sipil (PNS) pemerintah provinsi Jawa Tengah.
Tanda tangan itu juga dijalankan oleh bupati-wali kota se-Jateng, Bank Jateng, BPS serta BP Tapera.
“Perjanjian tersebut meliputi cara pembuatan formula mengenai data hunian dan kebutuhan warga di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini penting karena pemerintah pusat akan melakukan koordinasi tentang bantuan perumahan yang akan disebarkan serentak di semua kabupaten/kota se-Jawa Tengah,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Tata Kelola dan Pengendalian Risiko di Kementerian PKP, Aziz Ardiyansah, menyebut bahwa sektor perumahan adalah salah satu dari tiga harapan utama Presiden Prabowo Subianto dan menjadi fokus nasional.
Berdasarkan statistik pada tahun 2024, proporsi perumahan yang memenuhi standar hanya mencapai kisaran 65%. Masih terdapat kekurangan sebesar 9,9 juta unit rumah di seluruh Indonesia, serta ada pula 26,9 juta keluarga lainnya yang tinggal dalam tempat tinggal tidak layak huni. Rencana strategis untuk mengurangi defisit ini bertujuan menciptakan 3 juta unit rumah tambahan secara nasional.
“Menyinggung tentang pengecilan backlog dan rumah tidak layak huni, pemilihan dan pencatatan data mengenai perumahan sangat krusial. Data ini nantinya akan digunakan untuk merancang serta menerapkan berbagai kebijakan,” ujarnya.
Menurut Aziz, perjanjian ini adalah janji bersama untuk menguatkan kerjasama antara berbagai pihak guna menyediakan dan menggunakan data statistik yang tepat, baru, dan tersinkronisasi dengan baik. Ketersesuaian dari data-data itu nantinya akan jadi pedoman bagi pembangunan rumah yang layak dihuni oleh kelompok masyarakat kurang mampu, sangat miskin, serta mereka yang memiliki pendapatan rendah (MBR).
“Setelah mendapatkan semua data tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan penanganan melalui beberapa metode di atas. Di Jawa Tengah, terdapat penanganan dengan memanfaatkan dana alokasi yang telah dipersiapkan oleh Bapak Gubernur, adanya program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), serta bentuk kerja sama masyarakat lainnya,” jelasnya.
Dalam perjanjian tersebut juga akan dicapai kemajuan mengenai pembangunan hunian untuk MBR dan ASN. Terutamanya melalui skema pendanaan Tapera dan KPR Sejahtera yang mencakupi kira-kira 20.000 unit properti di Jawa Tengah.