Mengenal Dua Martir Tiongkok: Santo Agustinus Zhao Rong dan Santo Fransiskus de Capillas

Posted on

Sejarah Para Martir Katolik di Tiongkok

Di berbagai wilayah, penyebar agama sering menghadapi penolakan. Hal ini terutama terjadi di daerah-daerah yang belum familiar dengan agama baru. Banyak peristiwa buruk dapat terjadi pada para penyebar agama tersebut, mulai dari pengusiran paksa hingga penyiksaan dan pembunuhan.

Gereja Katolik menyebut para penyebar agama sebagai misionaris atau guru yang bertugas menyampaikan ajaran Yesus Kristus. Sayangnya, banyak dari mereka menjadi martir—menderita atau bahkan meninggal demi keyakinan mereka. Salah satu tempat yang penuh dengan kisah penderitaan adalah Tiongkok, di mana banyak misionaris mengalami kesengsaraan dan akhirnya kehilangan nyawa.

Santo Francisco Fernandez de Capillas

Santo pertama dari Tiongkok adalah seorang biarawan asal Spanyol bernama Fr. Francisco Fernandez de Capillas. Ia ditangkap pada tahun 1647 di Fu’an oleh kelompok yang mempersekusi orang-orang Kristen. Selama dalam tahanan, ia menulis bahwa ia menjalin hubungan persahabatan dengan para tahanan lainnya. Mereka saling bertanya tentang ajaran gereja dan merasa bersyukur meski berada di tempat terkotor pun ia tetap bisa menyebarkan ajaran Kristus.

Setahun kemudian, Fr. Francisco dipancung dan menjadi santo pertama dari Tiongkok. Dalam masa yang sama, ada 120 pengikutnya yang meninggal antara tahun 1648 hingga 1930. Dari jumlah tersebut, 87 adalah orang Tiongkok asli dan 33 di antaranya adalah misionaris asing.

Santo Agustinus Zhao Rong

Santo Agustinus Zhao Rong lahir dengan nama Zhu pada tahun 1746 di Wu Chuan, Provinsi Guizhou. Sebelum masuk Katolik, ia bekerja sebagai prajurit dan menjabat posisi sersan di Wu Chuan. Pada usia 20-an, ia bertemu dengan agama Katolik saat diperkenalkan di Sichuan.

Pada tahun 1748, persekusi terhadap umat Kristen di Tiongkok semakin parah, terutama di bawah pemerintahan Kaisar Qianlong. Zhao Rong, yang awalnya menangkap umat Kristen, juga bertugas menjaga Uskup Perancis John Gabriel Taurin Dufresse menuju eksekusinya di Beijing.

Selama perjalanan, Uskup Dufresse menunjukkan ketenangan dan kesabaran yang luar biasa. Sikap ini menginspirasi Zhao Rong. Dufresse juga mengajarkan banyak hal tentang agama Katolik kepada Zhao Rong, termasuk membaptisnya. Nama Agustinus diberikan karena baptisan dilakukan pada Hari Raya Santo Agustinus.

Dufresse juga mengajarkan bahasa Latin kepada Zhao Rong dan meminta dia untuk mempelajari para orang suci. Zhao Rong menjadi pastor diosesan Tionghoa pertama pada usia 35 dan mengadopsi nama Zhao. Ia ditugaskan untuk bekerja di Yunnan.

Persekusi yang Menimpa Umat Kristen

Pada masa Kekaisaran Jiaqing, gelombang persekusi terhadap umat Nasrani kembali dimulai di Tiongkok. Semua umat Kristen ditangkap tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Ada yang berusia 9 tahun dan yang tertua mencapai 79 tahun. Mereka semua dipaksa melepaskan ajaran Kristen dan diancam akan disiksa dan dibunuh. Namun, semua menolak, termasuk Zhao Rong.

Pada tahun 1815, Zhao Rong meninggal di penjara pada usia 69 akibat tidak sanggup menahan siksaan. Ia dikuburkan di Guan Shan, namun pada tahun 1822, jenazahnya dipindahkan ke Gunung Feng Huang. Kisah-kisah martir seperti ini menjadi bukti keteguhan iman dan pengorbanan para misionaris yang berjuang demi menyebarkan ajaran Kristus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *