Pembangunan IKN dan Isu Deforestasi
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka baru-baru ini menyampaikan komentarnya mengenai pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Ia menegaskan bahwa proyek ini sering menjadi sasaran hoaks, salah satunya terkait tudingan bahwa IKN dibangun dengan membabat hutan. Menurutnya, hutan yang ada di kawasan IKN adalah jenis hutan produksi tanaman eukaliptus yang memang harus dibabat setiap enam hingga tujuh tahun.
Gibran juga menyatakan bahwa pembangunan IKN justru akan mengembalikan hutan heterogen dengan pohon-pohon endemik Kalimantan seperti ulin, meranti, dan tekawang. Namun, beberapa lembaga dan peneliti lingkungan mengungkapkan data yang berbeda.
Perkembangan Deforestasi di IKN
Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, wilayah IKN ditetapkan seluas 256.142 hektare, termasuk area perairan seluas 68.188 ha. Dari total tersebut, kawasan IKN mencakup 56.180 ha, dengan 6.671 ha di antaranya merupakan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP). Sementara itu, ada pula kawasan pengembangan IKN (KP-IKN) yang luasnya mencapai 199.962 ha.
Selama periode 2022-2024, pemerintah telah membangun sejumlah infrastruktur di IKN, seperti istana negara, gedung kantor kementerian, rumah susun aparatur sipil negara, jalan tol, jembatan, dan bendungan sumber air baku.
Menurut laporan Yayasan Madani Berkelanjutan, tutupan hutan alam secara keseluruhan di wilayah IKN pada 2022 mencapai 44 ribu hektare. Dari jumlah tersebut, 96 persen atau setara 41 ribu hektare hutan berada di KP-IKN, sedangkan sisanya 2 ribu ha hutan alam berada di KIKN.
Data Deforestasi dan Analisis Visual
Untuk membandingkan kondisi hutan sebelum dan sesudah pembangunan IKN, Tempo menggunakan Google Earth dan Google Map. Dari citra satelit, terlihat bahwa tutupan hutan di IKN masih rapat pada 2022. Pembukaan kawasan hutan baru terlihat setelah sejumlah infrastruktur IKN dibangun pada 2025.
Laporan NASA pada Februari 2024 menunjukkan bahwa kawasan hutan di Kalimantan mulai terkikis dibandingkan kondisi sebelumnya. Selain itu, analisis dari Forest Watch Indonesia (FWI) mengungkapkan bahwa deforestasi di IKN pada 2022 hingga Juni 2023 mencapai 1.663 hektare. Pada 2024, deforestasi kembali terjadi dengan pembukaan lahan seluas 1.716 hektare.
Manajer Kampanye dan Intervensi Kebijakan FWI Anggi Putra Prayoga menyatakan bahwa deforestasi tidak hanya terjadi di area inti (KIPP), melainkan juga di Kawasan Pengembangan IKN. Selain itu, deforestasi juga terjadi di wilayah penyokong pembangunan IKN seperti Teluk Balikpapan, di mana hutan mangrove rusak akibat pembangunan IKN.
Dampak Banjir dan Wilayah Adat Terkena Dampak
Deforestasi hutan alam di kawasan IKN diduga menjadi penyebab banjir di permukiman penduduk terdekat. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara mencatat bahwa banjir paling sering terjadi di Kecamatan Sepaku. Setelah IKN dibangun, terjadi dua kali banjir pada 2023 yang merendam persawahan dan permukiman di daerah tersebut.
Selain bencana, setidaknya empat wilayah adat terdampak proyek IKN. Empat wilayah ini dihuni 7 ribu jiwa warga adat berdasarkan data yang dihimpun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).
Hutan Alam Kalimantan yang Semakin Terancam
Sebelum pembangunan IKN, deforestasi besar-besaran pada hutan alam di Kalimantan Timur sudah terjadi. Greenpeace menyatakan bahwa seluas 55,1 ribu hektare tutupan hutan alam hilang pada periode 2001-2020. Hilangnya tutupan hutan alam selama dua dekade ini menimbulkan 49,15 juta ton emisi karbon dioksida.
Program Lead Yayasan Madani Berkelanjutan Yosi Amelia menjelaskan bahwa penyusutan luas hutan alam di Kalimantan Timur dipicu oleh obral izin konsesi oleh pemerintah. Konsesi tersebut mencakup hutan tanaman industri, penebangan, dan perkebunan sawit. IKN dibangun di atas carut-marutnya konsesi tersebut.
Langkah yang Dilakukan untuk Mengembalikan Fungsi Ekologis
Rencana pemerintah untuk menanam ulang lahan yang terdeforestasi dengan tanaman endemik di IKN, menurut Yosi, tidak akan mengembalikan hutan alam Kalimantan Timur seperti semula. Sebagai ekosistem, hutan alam memiliki fungsi yang kompleks, seperti menjaga keanekaragaman hayati, pengatur siklus air, penyangga dari bencana, serta menjadi ruang hidup masyarakat adat dan penduduk lokal.
Langkah terbaik saat ini, menurut Yosi, adalah dengan moratorium pembukaan hutan, melindungi hutan alam yang tersisa dengan memperketat pengawasan dan penegakan hukum.
Penjelasan Otorita IKN
Dikonfirmasi terpisah ihwal pembukaan lahan di IKN, Staf Khusus Kepala Otorita IKN Bidang Komunikasi Publik Troy Harrold Yohanes Pantouw menyatakan pembangunan KIPP tidak dilakukan dengan membabat hutan alam primer. Sebab kawasan inti tersebut berada di atas lahan berstatus areal penggunaan lain (APL) bekas hutan tanaman industri.
Secara regulasi diperbolehkan untuk kegiatan pembangunan. Sebagai lahan bekas tanaman industri, kata dia, kawasan tersebut tidak memiliki fungsi ekologis seperti hutan alam. Untuk mengembalikan fungsi ekologis di wilayah IKN, Otorita IKN menetapkan 75 persen area IKN sebagai ruang hijau penyangga ekosistem. Penanaman pohon asli Kalimantan dilakukan dengan pola tanam campuran dan mempertimbangkan daya dukung habitat satwa liar.