Rahayu Saraswati Tolak Pembangunan Ratusan Vila di Pulau Padar, Minta Kemenpar Evaluasi Izin

Posted on

Penolakan terhadap Pembangunan Sarana Pariwisata di Pulau Padar

Pembangunan sarana pariwisata di Pulau Padar, yang termasuk dalam Taman Nasional Komodo (TNK), kawasan yang berada di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), mendapat penolakan dari berbagai pihak. Salah satu tokoh yang menyampaikan keberatan adalah anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Rahayu Saraswati. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak setuju dengan rencana pembangunan tersebut.

Rahayu mengatakan bahwa sektor pariwisata Indonesia memang masih perlu pengembangan. Namun, ia menilai bahwa pembangunan harus dilakukan tanpa mengganggu masyarakat lokal dan lingkungan alam. Menurutnya, pembangunan pariwisata di Pulau Padar bisa merusak ekosistem dan daya tarik wisata yang sudah ada.

Ia juga menyampaikan bahwa masalah ini telah dibahas dengan Menteri Pariwisata. Dari informasi yang diperoleh, izin pembangunan di Pulau Padar sudah diberikan beberapa tahun lalu. Oleh karena itu, ia mengajukan agar izin tersebut dikaji ulang. Rahayu menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pembangunan pariwisata dengan perlindungan lingkungan hidup dan kepentingan masyarakat setempat.

Menurutnya, sektor pariwisata harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Selain itu, sektor ini juga harus mampu menciptakan perputaran ekonomi yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Untuk itu, ia menyarankan agar semua pihak, termasuk pemerintah daerah, kementerian lingkungan hidup, dan kementerian pariwisata, melakukan evaluasi menyeluruh.

Sebelumnya, berbagai kelompok seperti masyarakat adat, organisasi masyarakat sipil, serta lembaga legislatif setempat telah menyampaikan protes terhadap rencana pembangunan resort oleh PT Kencana Watu Lestari (PT KWT) di Pulau Padar. Proyek ini melibatkan pembangunan 619 fasilitas wisata, termasuk villa, restoran, bar, lounge, pusat kebugaran, spa, kolam renang, hingga istana bergaya Prancis dan chapel pernikahan.

Dari dokumen yang ditemukan, proyek ini akan dibangun di atas lahan seluas 247,13 hektare di sepanjang pesisir utara Pulau Padar. Lokasi ini termasuk kawasan Pink Beach dan Long Beach, dua ikon utama Taman Nasional Komodo. Rencana pembangunan ini menuai kecaman dari masyarakat lokal, pelaku pariwisata, dan aktivis lingkungan. Bahkan, netizen turut bereaksi melalui media sosial.

Kepala Balai Taman Nasional Komodo, Hendrikus Rani Siga, menegaskan bahwa proyek ini harus memenuhi standar ketat. Sebab, Pulau Padar merupakan bagian dari situs warisan dunia UNESCO, sehingga standarnya sangat tinggi untuk menjaga ekosistem dan keberlanjutan satwa langka di sana.

Selain itu, Cypri Jehan Paju Dale, warga adat Flores, menyampaikan kekhawatiran tentang lima isu lain yang harus segera dihentikan di Taman Nasional Komodo. Isu-isu ini mencakup kejahatan agraria, manipulasi zonasi, korupsi kebijakan, praktik monopoli bisnis, serta kerusakan reputasi pariwisata NTT dan Indonesia secara keseluruhan.

Ia berharap masyarakat adat, komunitas sipil, pelaku pariwisata, dan UNESCO tidak diam terhadap rencana pembangunan yang dinilai terlalu ambisius. Ia menegaskan bahwa kekayaan alam Indonesia, termasuk satwa Komodo, tidak boleh rusak hanya karena keinginan bisnis yang tidak bertanggung jawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *