Inovasi Pupuk Organik di Desa Padang Toboh Ulakan
Di Desa Padang Toboh Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat, dulu kebiasaan membakar jerami setelah panen menjadi hal yang biasa. Dengan luas sawah mencapai 109,59 hektare, pembakaran jerami sering terjadi dan menyebabkan polusi udara. Namun, seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai menyadari dampak negatif dari tindakan tersebut.
Yulbahri, warga setempat, menjelaskan bahwa kebiasaan membakar jerami bermula dari kepercayaan bahwa abu hasil pembakaran bisa menjadi pupuk alami. Namun, hal ini justru mengganggu lingkungan dan kesehatan masyarakat. “Kondisi ini salah, tidak boleh berlarut-larut,” ujarnya.
Pada tahun 2023, hadirnya program Si Cadiak dari CSR/TJSL PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Minangkabau memberikan solusi untuk masalah ini. Program ini bertujuan mengubah limbah pertanian menjadi pupuk organik. Pertamina bekerja sama dengan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumbar, yang memiliki ahli teknologi pertanian.
Kolaborasi Masyarakat dan Pertamina
Dengan dukungan Pertamina, masyarakat setempat membentuk kelompok Usaha Kompos Sejahtera Bersama (Ukasema). Tujuan kelompok ini adalah membangun ekosistem hijau dan menjadikan desa sebagai contoh dalam pengelolaan limbah. Semua lapisan masyarakat, termasuk anak-anak, orang tua, dan perempuan, terlibat dalam proses produksi pupuk organik.
“Sejak 2023, Pertamina mendukung kami dalam memproduksi pupuk organik atau kompos,” kata Yulbahri, Ketua Kelompok Ukasema. Proses produksi dilakukan dengan bantuan ahli dari PKBI Sumbar, yang juga merupakan dosen pertanian di Universitas Eka Sakti.
Manfaat Pupuk Organik BOKASHI
Pupuk organik yang dihasilkan disebut BOKASHI, yang terdiri dari campuran limbah sapi, jerami padi, sekam, dedak, dan sekam bakar. Proses fermentasi membutuhkan waktu rata-rata satu bulan, dengan pengadukan dua kali sehari dan pemantauan suhu. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan NPK pupuk ini melebihi standar, sehingga sangat baik untuk tanaman.
Produksi pupuk organik ini mencapai 2,5 ton per bulan dengan harga Rp30.000 per karung berat 10 kg. Harga yang terjangkau dan manfaatnya membuat petani mulai beralih menggunakan pupuk organik. Bahkan, banyak petani membeli dalam jumlah besar dan mengangkutnya ke lahan pertanian mereka.
Proses Produksi Pupuk Organik
Henny Puspita Sari, Koordinator PKBI Sumbar, menjelaskan bahwa pengelolaan lahan tadah hujan perlu dikelola secara optimal agar tetap subur. Pupuk organik menjadi solusi utama karena dapat memperbaiki kualitas tanah. Hasil uji Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu) Tropika di Solok menunjukkan bahwa kandungan NPK pupuk ini sangat baik.
Selain itu, pupuk organik juga mengandung unsur hara makro lainnya, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Dengan penggunaan pupuk ini, tanaman lebih sehat dan aman untuk dikonsumsi. Meski begitu, masih ada tantangan dalam mengubah pola pikir petani yang terbiasa dengan pupuk kimia.
Dukungan Pertamina untuk Ekosistem Hijau
Program Si Cadiak tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga membantu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Pertamina menilai program ini mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), termasuk penanggulangan kemiskinan, kesetaraan gender, energi bersih, dan perubahan iklim.
Community Development Officer (CDO) AFT Minangkabau, Wahyu Hamdika, menjelaskan bahwa pendampingan program ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi limbah pertanian dan peternakan. Selain pupuk organik, Pertamina juga telah membangun sumber biogas di desa ini, sehingga tidak lagi bergantung pada gas berbayar.
Masa Depan Ekosistem Hijau
Pertamina berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan ekosistem hijau di Desa Padang Toboh Ulakan. Pada tahun 2025, perusahaan ingin menjadikan Ukasema sebagai learning center untuk belajar tentang pengelolaan limbah. Dengan kolaborasi perguruan tinggi seperti Universitas Andalas dan Universitas Eka Sakti, program ini akan terus berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.