Pacu Hunian Terjangkau, Jaya Perkuat Jakarta Jadi Kota Global

Posted on

Perumda Pembangunan Sarana Jaya Berkontribusi Signifikan dalam Penyediaan Hunian Terjangkau

Perumda Pembangunan Sarana Jaya, sebagai salah satu BUMD andalan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, telah menunjukkan kinerja yang mengesankan dalam mendukung penyediaan hunian terjangkau dan layak bagi warga Jakarta. Sebagai bagian dari visi pemerintah daerah, perusahaan ini menempatkan sektor perumahan sebagai prioritas utama dalam pembangunan.

Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Andira Reoputra, menjelaskan bahwa fokus utama perusahaan berada pada empat lini bisnis strategis, yaitu perumahan, properti komersial, properti sewa (seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, dan hotel), serta infrastruktur. Menurutnya, Jakarta sudah memenuhi berbagai persyaratan sebagai kota global dengan tersedianya infrastruktur transportasi, pusat bisnis, dan pariwisata. Tugas perusahaan adalah memastikan adanya hunian dan kawasan komersial yang terpadu agar masyarakat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Proyek Hunian Terjangkau yang Sudah Diterapkan

Di sektor hunian terjangkau, Sarana Jaya telah menyelesaikan beberapa proyek strategis. Di kawasan Pondok Kelapa, program Hunian Terjangkau Milik (HTM) yang sebelumnya dikenal dengan DP 0 persen sudah mencapai 98 persen penyelesaian. Ada sebanyak 740 unit komersial yang dijual dengan harga antara Rp500 hingga 600 juta per unit untuk tipe dua kamar.

Di Cilangkap, Sarana Jaya juga menyiapkan satu tower ready stock dengan sekitar 700 unit, ditambah pembangunan baru sebanyak 480 unit. Dengan demikian, tersedia lebih dari 1.100 unit hunian terjangkau yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Target Pemprov DKI Jakarta adalah menyediakan 19.800 unit hunian terjangkau, dengan kontribusi terbesar berasal dari Sarana Jaya.

Portofolio aset strategis perusahaan tersebar di Kuningan, Sudirman, dan Pondok Kelapa, dengan nilai aset mencapai Rp7 triliun. Selain itu, proyek Sarana Jaya juga memberikan dampak ekonomi yang besar, dengan lebih dari 180 industri ikut terdorong, mulai dari semen, pasir, besi, hingga furnitur dan elektronik. Kehadiran proyek perumahan turut memunculkan aktivitas UMKM lokal di sekitar kawasan pembangunan.

Pengembangan Kawasan Tanah Abang dan Tantangan Lahan di Jakarta

Ke depan, pengembangan kawasan Tanah Abang akan menjadi fokus berikutnya. Kawasan ini akan dirancang secara bertahap dengan integrasi hunian, pasar komersial, logistik, dan fasilitas publik. Sebagai perusahaan yang sahamnya dimiliki pemerintah, Sarana Jaya harus tetap amanah, transparan, dan profesional. Legalitas seluruh proyek harus terjamin, akses transportasi memadai, dan fasilitas hunian terus dilengkapi, mulai dari ruang pertemuan warga hingga ruang terbuka hijau.

Sementara itu, Kepala Bidang Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, Retno Sulistyaningrum, menegaskan bahwa hunian vertikal menjadi keniscayaan di tengah keterbatasan lahan di Ibu Kota. Menurutnya, dengan luas Jakarta sekitar 664 kilometer persegi, hanya 40 persen yang dialokasikan untuk hunian, atau sekitar 271 kilometer persegi. Dengan jumlah penduduk sekitar 10,6 juta jiwa dan kepadatan 16.155 per kilometer persegi, kebutuhan hunian mencapai 288.393 unit.

Solusi untuk Keterbatasan Lahan

Retno menjelaskan bahwa keterbatasan lahan menyebabkan harga jual yang meningkat dan membuat masyarakat terpaksa tinggal di pinggiran kota. Oleh karena itu, hunian vertikal menjadi solusi yang efektif. Selain itu, lonjakan harga tanah dan hunian berimbas pada semakin banyaknya kawasan kumuh. Data tahun 2017 menunjukkan ada 445 RW kumuh, dan saat ini Pemprov Jakarta sedang bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengevaluasi RW kumuh tersebut yang ditargetkan selesai bulan Desember 2025.

Pemprov DKI Jakarta memiliki arah kebijakan yang jelas, yaitu menyediakan perumahan publik yang terjangkau, terhubung dengan pusat ekonomi serta transportasi. Dalam RPJMD 2025–2029, targetnya adalah menyediakan hunian terjangkau yang layak huni, terhubung dengan TOD, serta menerapkan program mix use.

Saat ini, Pemprov DKI memiliki sekitar 32.000 unit rumah susun. Jika tidak dikelola dengan serius, bisa menimbulkan masalah di masa depan. Target tahun 2027 adalah meningkatkan UPRS menjadi BLUD. Selain itu, sejumlah Rusunawa sudah berjalan dengan pendekatan sosial-ekonomi, seperti Rumah Susun Padat Karya dengan 381 unit, Rusun Rorotan IX dengan 484 unit, dan Marunda dengan 288 unit. Untuk mendukung keberlanjutan, terbit Ingub Nomor 131 Tahun 2016, yang memastikan semua SKPD mendukung kegiatan sosial ekonomi di Rusunawa, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *