Bandung Dorong Pemilahan Sampah di Sumber, Empat RT Jadi Contoh Program ISWMP

Posted on

Tantangan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Kota Bandung sedang menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Setiap hari, sekitar 1.500 ton sampah dihasilkan, yang sebagian besar masih bercampur antara sampah organik, anorganik, dan residu. Pemilahan dari sumber masih minim, sementara pola kumpul-angkut-buang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti masih menjadi kebiasaan utama. Akibatnya, TPA Sarimukti mengalami tekanan berat, sementara fasilitas daur ulang dan pengolahan sampah di tingkat kota belum dimanfaatkan secara optimal.

Dampaknya tidak hanya mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas hidup warga, tetapi juga menghambat pencapaian target nasional pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan 70% sesuai amanat Perpres No. 97 Tahun 2017 dan UU No. 18 Tahun 2008. Meskipun Pemerintah Kota Bandung telah menetapkan arah kebijakan progresif melalui program Kawasan Bebas Sampah (KBS) berbasis RW, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai kendala seperti keterbatasan sarana dan prasarana, kapasitas kelembagaan lingkungan yang belum memadai, serta partisipasi masyarakat yang belum optimal.

Program ISWMP untuk Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas

Untuk menjawab tantangan tersebut, Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP) hadir melalui kegiatan Penguatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM). Program ini mengusung pendekatan berbasis komunitas dengan membangun model pengelolaan sampah di tingkat RT sebagai percontohan. Tujuannya adalah mendorong pemilahan dan pengurangan sampah langsung dari sumbernya.

Dengan dukungan data, edukasi tatap muka, dan kolaborasi lintas sektor, model ini diharapkan dapat direplikasi secara luas dan menjadi bagian dari gerakan kolektif menuju Bandung yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.

Empat RT Jadi Laboratorium Sosial

Mulai akhir 2024, empat RT ditetapkan sebagai lokasi pilot project:
– RT 05 RW 13 Kel. Cigondewah Kaler, Kec. Bandung Kulon (TPST Holis)
– RT 03 RW 05 Kel. Rancanumpang, Kec. Gedebage (TPST Gedebage)
– RT 06 RW 05 Kel. Nyengseret, Kec. Astana Anyar (TPST Nyengseret)
– RT 03 RW 06 Kel. Kujangsari, Kec. Bandung Kidul (TPST Tegalega)

Penetapan lokasi dilakukan secara selektif berdasarkan cakupan layanan TPST, dukungan pengurus RT/RW, kesiapan warga, serta keberadaan lembaga offtaker seperti bank sampah atau TPS3R. Pendekatan ini memastikan setiap titik intervensi memiliki potensi kuat untuk berkembang menjadi model berkelanjutan.

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Pemerintah Kota Bandung menyadari bahwa perubahan sistem pengelolaan sampah membutuhkan proses bertahap dan kolaboratif. Replikasi sistem berbasis rumah tangga dinilai strategis dalam menghadapi kondisi darurat sampah. Hal ini ditegaskan oleh Enung Masruroh, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat KBB, dalam Workshop Pengelolaan Sampah di Padalarang, 22 Juli 2025.

Menurutnya, pendekatan dari hulu, khususnya di level rumah tangga, sejalan dengan pilar keempat Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Sebagai bentuk komitmen, Dinas Kesehatan Kota Bandung berkolaborasi dengan PPAM dan ISWMP melalui kampanye publik dan edukasi masyarakat selama dua bulan ke depan. Para sanitarian akan berperan sebagai ujung tombak edukasi dan fasilitasi langsung di lapangan.

Hasil Awal yang Menggembirakan

Implementasi PPAM di empat lokasi menunjukkan hasil awal yang menjanjikan. Di Kelurahan Cigondewah Kaler dan Rancanumpang, seluruh rumah tangga telah berpartisipasi dalam pemilahan sampah. Sampah organik diolah menjadi kompos atau pakan maggot, anorganik disalurkan ke bank sampah, dan residu diangkut sesuai jadwal musyawarah warga. Perubahan perilaku mulai terlihat.

Stiker “Saya Sudah Pilah Sampah” menjadi simbol komitmen warga, menumbuhkan rasa bangga dan tanggung jawab kolektif. Antusiasme dalam forum RT dan kerja bakti meningkat, menunjukkan tumbuhnya kesadaran lingkungan dari dalam komunitas. Beberapa rumah tangga bahkan secara sukarela menjadi titik dropbox kompos atau bank sampah mini, memperkuat sistem logistik mikro.

Tantangan dan Pembelajaran

Seperti halnya program berbasis komunitas lainnya, PPAM menghadapi tantangan di lapangan. Masih ada warga yang belum memahami manfaat langsung dari memilah sampah. Di beberapa wilayah, ketiadaan mitra offtaker aktif membatasi alur pengelolaan. Jumlah fasilitator yang terbatas juga menjadi kendala dalam menjangkau lingkungan padat penduduk.

Namun, tantangan ini melahirkan pembelajaran penting. Edukasi tatap muka yang berulang terbukti lebih efektif dibandingkan penyuluhan massal. Pendampingan intensif, terutama oleh tokoh masyarakat seperti ketua RT, PKK, dan kader lingkungan, menjadi kunci perubahan perilaku. Motivasi warga pun beragam—dari dorongan sosial hingga insentif ekonomi.

Menuju Replikasi Skala Kota

Pilot project ini bukanlah akhir, melainkan awal dari perluasan Kawasan Bebas Sampah di Kota Bandung. Keberhasilan empat RT percontohan menjadi bukti bahwa pengelolaan sampah berbasis masyarakat bisa berjalan efektif jika didukung pendekatan tepat dan partisipasi aktif. Program ISWMP bersama Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung dan BPPW Jawa Barat tengah menyusun strategi replikasi terstruktur.

Langkah-langkahnya mencakup penguatan kapasitas kader lingkungan, penyusunan SOP teknis pengelolaan sampah tingkat RT, serta pengembangan skema insentif untuk menjaga partisipasi warga dalam jangka panjang. Kota Bandung telah membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari skala kecil. Empat RT percontohan menunjukkan bahwa dengan pendampingan yang konsisten, sarana yang memadai, serta dukungan aktif dari warga dan pemerintah lokal, sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas bukan lagi sekadar wacana—melainkan telah menjadi praktik nyata yang berdampak langsung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *