Berau Resmikan Pusat Pengolahan Sampah Modern di Pulau Derawan

Posted on

Pemecahan Masalah Sampah di Pulau Derawan

Pulau Derawan, yang merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Kalimantan Timur (Kaltim), kini menghadapi tantangan serius terkait peningkatan jumlah sampah. Popularitas yang meningkat pesat tidak diimbangi dengan pengelolaan limbah yang memadai. Setiap hari, sebanyak 11,16 ton sampah dihasilkan dari kawasan seluas 44,6 hektar. Angka ini menunjukkan risiko yang besar bagi ekosistem laut yang dilindungi di wilayah tersebut.

Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah Kabupaten Berau bersama WWF-Indonesia resmi meluncurkan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) bernama RUPIAH (Rumah Pilah Sampah Derawan). Peluncuran TPS3R ini dilakukan pada Kamis, 11 September 2025. Dengan kehadiran RUPIAH, diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang dalam mengelola sampah yang semakin meningkat.

Menurut data rencana induk yang disusun oleh WWF-Indonesia, terdapat sekitar 80 bangunan non-rumah tangga yang beroperasi di Pulau Derawan pada tahun 2023. Bangunan-bangunan ini melayani wisatawan dan menghasilkan volume sampah yang secara keseluruhan diangkut ke tempat pembuangan sementara di Tanjung Batu.

Wakil Bupati Berau, Gamalis, menyampaikan bahwa kondisi ini menjadi ancaman serius bagi kelestarian ekosistem laut Derawan. Ia menekankan pentingnya perhatian terhadap peluang dan tantangan yang muncul dari pengembangan pariwisata. Selain infrastruktur dan fasilitas pendukung, arah kajian lingkungan hidup juga harus diperhatikan agar wisatawan merasa nyaman dan aman.

Gamalis menegaskan visi jangka panjang dari program ini. “Adanya pengolahan sampah yang representatif seperti TPS3R ini harapannya menjadi berkelanjutan. Dengan demikian, bukan hanya di Pulau Derawan saja, tetapi juga menjadi pionir untuk diwujudkan di destinasi wisata lainnya yang ada di Kabupaten Berau,” ujarnya.

Fasilitas dan Partisipasi Masyarakat

Fasilitas RUPIAH dibangun di lahan seluas 20 x 20 meter dengan bangunan inti berukuran 15 x 10 meter. Di dalamnya terdapat area pemilahan sampah organik dan anorganik, ruang pengumpulan sampah yang dapat didaur ulang, tempat pengolahan kompos, serta area penyimpanan sementara sebelum pengangkutan atau pemanfaatan kembali.

Selain itu, program ini juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat melalui pelatihan dan pengelolaan bersama WWF-Indonesia. Masyarakat diberdayakan dengan memberikan peralatan penunjang seperti triseda, alat pelindung diri, mesin press sampah, eco bin, dan karung pemilah.

Kepala Kampung Pulau Derawan, Indra Mahardika, menyampaikan bahwa pembangunan TPS3R ini merupakan bentuk komitmen bersama untuk menjaga Derawan tetap bersih, indah, dan lestari. “Kami ingin menunjukkan bahwa pariwisata dan kelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan,” ujarnya.

Strategi Komunikasi dan Konservasi

Strategi komunikasi publik diperkuat dengan penempatan papan informasi di lima lokasi strategis, yaitu Pantai Kiani, dermaga, tempat wisata Kuburan Kuda, kantor kepala kampung, dan lokasi TPS3R. Upaya ini bertujuan memudahkan masyarakat dan wisatawan berkontribusi dalam pemilahan sampah.

Marine Biodiversity Conservation Lead WWF-Indonesia, Candhika Yusuf, menegaskan pentingnya program ini dalam konteks konservasi. “Melalui inisiatif TPS3R RUPIAH, diharapkan Pulau Derawan dapat menjadi contoh bagi pulau-pulau kecil lainnya di Indonesia, khususnya yang berada dalam kawasan konservasi,” ujarnya.

Program ini sejalan dengan target nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% pada 2029, serta mendukung Gerakan Wisata Bersih dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Adapun, dia berharap RUPIAH menjadi model replikasi pengelolaan sampah di pulau-pulau kecil Indonesia sebagai destinasi wisata yang bersih, sehat, dan berkelanjutan.