Bisakah India Ciptakan Kota Lebih Aman untuk Perempuan?

Posted on

Perkembangan Kota dan Keamanan Perempuan di India

Pertumbuhan kota-kota besar di India terus berlangsung pesat dalam beberapa dekade terakhir. Namun, di balik kemajuan tersebut, isu kekerasan seksual dan pemerkosaan tetap menjadi tantangan yang menghantui masyarakat. Pertanyaannya adalah, bagaimana perkembangan kota ini bisa menjamin keamanan dan akses perempuan ke ruang publik?

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komisi Nasional untuk Perempuan, sekitar 40% perempuan di wilayah perkotaan merasa tidak aman di jalanan, lingkungan tempat tinggal, maupun transportasi umum. Hal ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap sistem perencanaan kota yang belum sepenuhnya memperhatikan kebutuhan perempuan.

Kota-Kota dengan Tingkat Keamanan Berbeda

Beberapa kota di India menunjukkan perbedaan signifikan dalam tingkat keamanan bagi perempuan. Misalnya, Mumbai, Bhubaneswar, dan Gangtok dinilai sebagai kota paling aman, sementara Delhi, Kolkata, dan Jaipur menduduki posisi terburuk. Dari data tersebut, terlihat bahwa perempuan muda usia 18 hingga 24 tahun menjadi kelompok yang paling rentan menghadapi ancaman keamanan.

Seorang desainer kostum Bollywood, Manoshi Nath, bercerita pengalamannya saat tinggal di Delhi. Ia mengatakan bahwa jalanan di kota tersebut terasa gelap dan tidak aman. Bahkan di kawasan elite, ia pernah mengalami pelecehan dan ancaman dari orang asing. Pengalaman ini membuatnya selalu waspada, terutama setelah jam 20.30.

Solusi Teknis Tidak Cukup

Banyak orang menganggap bahwa penambahan kamera CCTV atau penerangan jalan dapat meningkatkan keamanan. Namun, seorang sosiolog dari London, Sanjay Srivastava, berpendapat bahwa solusi teknis saja tidak cukup. Menurutnya, keamanan kota harus diintegrasikan dengan pemahaman sosial yang lebih luas.

Ia menyoroti bahwa perencana kota sering kali fokus pada “keindahan” kota, seperti menertibkan trotoar dan pasar informal, tanpa mempertimbangkan kebutuhan perempuan. Konsep “mata di jalan” yang melibatkan kehadiran warga dan pedagang secara alami dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman.

Ruang Publik yang Ramah Perempuan

Srivastava juga menekankan pentingnya ruang publik yang ramah bagi perempuan. Ia menyebut contoh kios paan (warung daun sirih) yang biasanya didominasi laki-laki dan tidak memberikan rasa nyaman bagi perempuan. Tanpa adanya ruang-ruang seperti ini, kota akan sulit menjadi tempat yang aman bagi semua kalangan.

Pengaruh Norma Patriarki

Norma patriarki masih sangat berpengaruh dalam membentuk keamanan perempuan di India. Peneliti sosial Manjima Bhattacharya menjelaskan bahwa ruang publik di India dipengaruhi oleh konstruksi gender secara kultural. Buku Why Loiter? oleh Shilpa Phadke menggambarkan bahwa perempuan hanya dianggap pantas keluar rumah untuk tujuan tertentu, sedangkan laki-laki bebas berkeliaran.

Perbedaan antara ruang publik dan privat masih bertahan, mencerminkan struktur patriarki yang dalam. Historisnya, ruang publik dikuasai laki-laki, sementara perempuan dibatasi di ruang privat. Kesenjangan ini menghasilkan akses yang tidak setara terhadap kesempatan dan memperkuat ketidakadilan gender.

Merancang Kota yang Lebih Aman

Menurut Sushmito Kamal Mukherjee, seorang perencana kota, peningkatan keamanan perempuan membutuhkan perencanaan terkoordinasi, tata kelola, serta pendanaan. Ia menekankan pentingnya penggunaan data survei sebelumnya untuk memetakan area berisiko tinggi sehingga solusi bisa lebih terarah.

Mukherjee juga menyoroti bahwa perencanaan kota selama ini didominasi arsitek yang hanya fokus pada desain, tanpa memperhatikan faktor sosial dan ekonomi. Ia menyarankan pendekatan interdisipliner yang lebih luas untuk menciptakan kota yang lebih inklusif.

Partisipasi Perempuan dalam Perencanaan

Bhattacharya menilai bahwa pendekatan partisipatif sangat penting. Sejak pertengahan 2000-an, kelompok perempuan di India telah melakukan audit keamanan, sebuah metode efektif untuk mengevaluasi persepsi dan pengalaman mereka terhadap keamanan di ruang publik.

Namun, Srivastava menyoroti bahwa perencanaan kota partisipatif sering kali hanya melibatkan perempuan dari kalangan menengah ke atas, sementara kelompok miskin seperti pekerja rumah tangga atau pedagang kaki lima justru terabaikan. Inklusivitas sejati membutuhkan keterlibatan LSM akar rumput dan peneliti sosial yang memahami dinamika tersebut.

Membangun Kota yang Bebas dan Aman

Para ahli menekankan bahwa keamanan perempuan tidak hanya terbatas pada kehadiran kamera dan polisi. Ini adalah upaya berkelanjutan untuk menciptakan kota di mana perempuan tidak hanya merasa aman, tetapi juga bebas. Mereka juga menegaskan bahwa perilaku di ruang publik merefleksikan nilai yang dipelajari di rumah, menunjukkan keterkaitan erat antara ranah publik dan privat.

Menangani isu keamanan perempuan membutuhkan penanganan ruang publik dan privat secara bersamaan. Mengajarkan keamanan dan rasa hormat di sekolah adalah langkah mendasar untuk mengendalikan dampak jangka panjang. Dengan pendekatan yang lebih holistik dan inklusif, kota-kota di India bisa menjadi tempat yang lebih aman dan nyaman bagi semua perempuan.