Beranda » Blog » Alasan Warga Lempuyangan Tolak Penggusuran oleh PT KAI

Alasan Warga Lempuyangan Tolak Penggusuran oleh PT KAI

  • account_circle
  • calendar_month 9 April 2025
  • visibility 8
  • comment 0 komentar

Penduduk yang bertempat tinggal di seberang Stasiun Lempuyangan enggan dengan rencana peremajaan oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) atas properti yang kini mereka huni. Kawasan tersebut secara spesifik ditemukan dalam lingkungan RT 2, RW 1, Kelurahan Bausasran, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta.

Penduduk menggantung papan tanda berlabel “Lahan Ini Milik Kasultanan Ngayogyakarta” di tiap rumah yang diberikan klaim oleh PT KAI. Mereka juga menampilkan bendera dengan tulisan “Pejah Gesang Nderek Sultan”, yang berarti siapakah itu sultan akan tetap dipatuhi dalam hidup dan kematian.

Ketua RW 01 dan juga salah satu warga terkena dampak, Antonius Yosef Handriutomo, mengatakan bahwa ada 14 rumah yang dipertegas kepemilikannya milik PT KAI menurut sertifikat tanah dari Palilah yang ditanda tangani oleh GKR Mangkubumi pada kira-kira bulan Oktober tahun 2024. Meskipun demikian, para penghuni rumah tersebut memegang Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia.

Pada malam hari dan SKT, keduanya memiliki posisi yang sama. Mereka terletak satu level di bawah status Tanah Kecil Berkecamatan karena lahan sengketa tersebut adalah milik Raja (SG). Oleh karena itu, Anton serta penduduk lainnya menentang penggusuran oleh PT KAI.

“Kami tentu tidak setuju, sebenarnya kita bukanlah sampah yang bisa dibuang sembarangan,” kata Anton saat diwawancara di kediamannya Jalan Lempuyangan Nomor 20, Kelurahan Bausasran, Kecamatan Kemantren Danurejan, Kota Yogyakarta, pada hari Rabu (9/4/2025).

Surat Izin Tanah (SKT) milik Anton serta penduduk setempat ini sah menurut undang-undang. Setiap tahunnya mereka melunasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di samping itu, 14 properti yang diberikan klaim oleh PT KAI adalah bangunan bersejarah yang mencerminkan warisan budaya.

“Kami perbaiki dan kami tangani [menggunakan uang sendiri] saat terjadi kerusakan akibat gempa bumi atau angin kencang,” jelas Anton.

Kehebohan masyarakat atas klaim 14 rumah oleh PT KAI, menurut Anton, juga berhubungan erat dengan pendapatan mereka. Sebagian besar dari mereka menggunakan area pekarangan sebagai tempat layanan parkir serta penyewaan kendaraan.

“[Setidaknya] 14 rumah di sini beberapa di antaranya mendapatkan penghasilan dari parkir, tentu akan terimbas,” katanya.

Realitasnya, masyarakatnya hanya mendapatkan penghasilan dari biaya parkir dan sewa, sehingga pendapatannya tidak besar. Apalagi bila harus berpindah dan mencari tempat tinggal baru di Kota Yogyakarta dimana harga tanah cukup mahal. Ditambah lagi dengan rasa nostalgia akan rumah lama yang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka sejak puluhan tahun lamanya.

“Jika mereka tidak mempersiapkan tempat tinggal di luar, hal ini akan memberikan dampak besar. Mereka hendak menetap dimana? Terutama bagi mereka yang hanya menjaga parkir atau menyewa tempat disini. Mereka ingin bekerja apa,” ungkap Anton.

Anton kemudian menyelidiki bahwa klaim yang diajukan oleh PT KAI didasarkan pada Rijksblad Yogyakarta Tahun 1921 Nomor 11. Pada masa tersebut, Keraton Ngayogyakarta telah memberikan izin kepada Nederlandsch Indische Spoorweg (NIS) Maatschappij — sebuah perusahaan keretaapi yang beroperasi di bawah kendali kolonial Belanda — hingga tanggal 31 Desember 1971.

“Setelah itu, tak terdapat kesepakatan lanjutan. Namun muncullah Palilah di bulan Oktober 2024 tersebut. Diberikan pula tenggat waktu satu tahun bagi pengurusan agar berstatus sebagai Tanah Kekencingan,” papar Anton.

Sebagai bagian dari usaha tersebut, penduduk yang bertempat di gedung-gedung yang disengketakan oleh PT KAI ditetapkan tenggat waktu untuk berpindah hingga akhir Mei 2025.

Mengapa telah ditangani sejak Oktober, tetapi hanya diberitahukan pada akhir Maret?

schedule

mengosongkan lokasi tersebut pada akhir Mei? Oleh karena itu, hanya ada kira-kira dua bulan tersisa jika kita mengikuti jadwal tersebut.

time line

mereka,” ratapnya.

Anton mengatakan bahwa baik PT KAI maupun dirinya dan masyarakatnya semuanya berada di wilayah Keraton Ngayogyakarta. Oleh karena itu, ia yakin Sultan akan menunjukkan kewajaran dengan melindungi penduduk setempat.

“Kami menuruti perintah Sultan. Namun, kami merasa keberatan jika harus dipindahkan oleh perusahaan multinasional besar. Kepada Sultan lah kami bertumpu, sebab bijaknya merupakan sandaran bagi rakyat,” tegasnya.

Terpisah,

Tirto

Menghubungi Manajer Hubungan Masyarakat KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih. Menurut dia, tim mereka sedang dalam proses penyelidikan dan belum bisa memberikan komentar yang detail.

Dia bersumpah akan memberikan respons atas penolakan penduduk yang bertempat di Jalan Lempuyangan terkait dengan pengalihan lokasi mereka. Akan tetapi, hingga artikel ini dimuat, Feni belum juga menerbitkan pernyataan resmi dari PT KAI Daop 6 Yogyakarta.

Bagikan
commentKomentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

support_agent Kontak Agen

Agen kami siap membantu Anda mendapatkan properti idaman Anda!

left_panel_open
expand_less
Whatsapp Kami