Debat Reaktivasi Kereta Bandung-Ciwidey: Rel Melewati Rumah Warga Membuat Situasi Semakin kompleks

Posted on


PR GARUT –

Pembangunan ulang jalur kereta api antara Bandung-Ciwidey oleh pihak pemerintah provinsi Jawa Barat mendapat berbagai tanggapan positif maupun negatif dari publik. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk memperkuat hubungan regional serta merangsang perkembangan ekonomi, tetapi beberapa penduduk yang bermukim di area sekitar jalur KA menunjukkan ketidaknyamanan dengan alasan keprihatinan tentang potensi pemindahan paksa mereka.

Satu daerah yang terpengaruh adalah Kampung Ciluncat, Desa Ciluncat, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Di area tersebut, kebanyakan penduduk sudah menghuni jalur rel tak beroperasi selama bertahun-tahun. Tidak hanya itu, banyak juga masyarakatnya yang mendirikan bangunan tetap tepat di atas rel yang sudah tidak digunakan dalam waktu lama.

Dikatakan oleh Dadan, kebanyakan penduduk di wilayah RT 07/RW 01 sudah menetap di sana selama antara 15 sampai 23 tahun. Ada juga beberapa hunian yang masih mempertahankan rel kereta api terpasang pada struktur bangunannya. Saat ini, rel-rel tersebut telah ditimbun dengan beton dan difungsikan menjadi bagian dasar atau jalanan sempit untuk berjalan kaki bagi masyarakat sekitar.

” Hampir seluruh rumah dibangun di atas rel. Dahulunya jejakannya masih terlihat, namun perlahan-lahan menjadi tertutup dan digunakan sebagai jalan atau fondasi rumah,” katanya.

Lorong-lorong lama dari jejeran rel kereta itu pun sudah diperbaharui masyarakat sesuai dengan keperluannya sendiri. Sejumlah bagian digunakan sebagai jalan pembatas antara satu hunian dengan lainnya, sementara beberapa bagian lain dikembangkan menjadi area bisnis, bahkan ada juga yang dirubah menjadi ruang tamu ataupun dapur bagi penduduk setempat. Fenomena ini timbul akibat ketiadaan definisi kepemilikan tanah secara pasti semenjak rute kereta api tersebut tak lagi aktif beroperasi.

Apabila proyek revitalisasi ini dilaksanakan tanpa adanya relokasi yang pasti, diprediksi lebih dari 200 orang akan terpengaruh di desa Ciluncat sendiri. Menurut Dadan, ada kira-kira 70 kepala keluarga (KK), termasuk penyewa, yang berpotensi kehilangan hunian mereka. Selain itu, bangunan publik seperti sebuah mesjid pun bisa ikut terkena dampak dan harus bergeser lokasinya.

Kehawatiran mirip juga dialami oleh penduduk dari Kampung Cibeureum Jati, Desa Sadu, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Seorang warganya, yang tidak mau menyebutkan identitasnya, merasa khawatir lantaran rumahnya yang terletak di area rel kereta telah difungsikan sebagai lokasi bisnis dalam waktu yang cukup panjang.

Walau mayoritas penduduk mengerti akan untungnya sistem transportasi publik seperti kereta api, mereka ingin agar upaya untuk merestorasi jalur KA Bandung–Ciwidey tetap memperhatikan dampak terhadap kelompok kurang mampu yang sudah lama tinggal di area sekitar jalur itu.

Penduduk menginginkan pemerintah untuk bersikap transparan dalam penyampaian informasi, memberikan ganti rugi yang wajar, dan menyediakan tempat tinggal penggantinya yang memadai.

Rencana untuk menghidupkan kembali lintasan kereta api Bandung-Ciwidey saat ini baru pada tahap perancangan dan belum memiliki jadwal resmi untuk implementasinya. Akan tetapi, aspirasi masyarakat yang terkena dampak menjadi pertimbangan utama bagi pihak pemerintahan supaya proyek tersebut dapat dilakukan secara bertanggung jawab serta memperhatikan aspek keadilan sosial. ***