Eceng Gondok Mengganggu Aktivitas Penyeberangan di Kampung Cijuhung Bandung Barat

Posted on

Masalah Eceng Gondok yang Mengganggu Kehidupan Warga Cijuhung

Di kawasan Kampung Cijuhung, Desa Margaluyu, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, keberadaan eceng gondok telah menjadi masalah besar bagi masyarakat setempat. Tanaman air ini tumbuh secara berlebihan dan menghambat aktivitas warga, termasuk penyeberangan menggunakan rakit. Kondisi ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari pertanian, belanja hingga pendidikan.

Dalam pantauan terbaru, eceng gondok telah menutupi genangan Waduk PLTA Cirata di area Cijuhung. Rakit yang biasanya digunakan untuk menyeberang ke kampung-kampung sekitar seperti Eretan, Cigandu, dan Sangkali tidak lagi digunakan oleh warga. Begitu pula dengan warga dari kampung-kampung tersebut, mereka juga kesulitan untuk menyeberang ke Cijuhung karena kondisi genangan yang tertutup tanaman air ini.

Ai Siti Halimah (29) mengungkapkan bahwa permasalahan ini sudah terjadi sejak sebulan lalu. Keadaan ini terjadi setelah tali dan pagar penyekat yang dibuat warga untuk menghalangi masuknya eceng gondok ke area Cijuhung mengalami kerusakan. Akibatnya, warga kesulitan dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.

“Jadi sulit bertani,” ujarnya kepada “PR” saat berkunjung ke Cijuhung pada Minggu (24/8/2025). Untuk mencapai lahan pertanian, warga harus menyeberang melalui genangan yang tertutup eceng gondok. Selain itu, anak-anak dari kampung-kampung di seberang Cijuhung juga terkena dampaknya. Mereka harus berjalan melewati jalur darat yang lebih jauh dan memutar agar bisa sampai ke Sekolah Dasar Negeri Cibungur kelas jauh Cijuhung.

Rakit hanya bisa digunakan jika ada celah yang bisa dilintasi. Begitu pula dengan jenis perahu tongkang atau perahu tanpa mesin. Untuk melintasi, warga harus mendorong-dorong eceng gondok menggunakan potongan bambu agar tidak menghalangi perahu. Akibatnya, banyak siswa kelas satu SD yang kecapaian dan tidak masuk sekolah.

Reni (38), warga lainnya, menjelaskan bahwa kampung terjauh dari sekolah adalah Sangkali. Dalam kondisi normal, jarak tempuh ke SD Cibungur hanya dua kilometer. Namun, kini jarak tersebut meningkat menjadi lima kilometer karena harus melewati jalur darat. “Jarak tempuh anak-anak sekolah semakin jauh hingga mereka kecapaian berjalan kaki,” ujarnya.

Selain itu, warga juga mengalami kesulitan dalam berbelanja ke warung di Eretan. Hubungan silaturahmi dengan keluarga di kampung seberang Cijuhung juga terganggu karena sulitnya menyeberang menggunakan rakit. Warga yang sakit atau akan melahirkan juga menghadapi tantangan dalam mendapatkan layanan kesehatan. Untuk mencapai Puskesmas di Kecamatan Cipeundeuy, warga harus menempuh jarak 10 kilometer lebih.

Opsi menuju Puskesmas hanya dua, yaitu melalui perahu atau jalur darat. Namun, kedua jalur ini memiliki kendala masing-masing. Jalur air terganggu oleh eceng gondok yang menghalangi perahu, sedangkan jalur darat memiliki medan yang rusak parah dan ekstrim. Warga yang menggunakan sepeda motor harus melewati jalan beralaskan tanah, berbatu, serta melintasi area perkebunan karet dan hutan. Jika hujan, perjalanan semakin sulit.

Beberapa kali, pejabat, tim sukses kandidat pemilu/pilkada/pilkades, dan youtuber berkunjung ke Cijuhung. Namun, wilayah ini tetap terisolasi hingga kini. “Tim-tim sukses pemilu/pilkada datang ke sini kalau punya kepentingan agar kandidatnya dicoblos warga saja,” ujar Reni.

Kabar baik sempat muncul ketika Arsan Latif, Pejabat Bupati Bandung Barat, berkunjung ke Cijuhung dalam kegiatan distribusi logistik Pemilu 2024. Ia menyatakan akan memperbaiki sekolah, membangun jalan, dan menyediakan akses fasilitas kesehatan. Meskipun bangunan sekolah sudah diperbaiki, janji pembangunan jalan dan akses kesehatan belum terealisasi hingga jabatan bupati berganti dan dipegang Jeje Ritchie Ismail saat ini. Bahkan, hingga kini, bupati baru belum pernah menginjakkan kakinya di Cijuhung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *