Ancaman Serius Jenderal Pakistan terhadap Bendungan India di Sungai Indus
Pada minggu lalu, panglima Angkatan Darat Pakistan, Marsekal Lapangan Asim Munir, mengungkapkan kekesalan yang sangat besar terhadap keputusan India untuk menunda pelaksanaan Perjanjian Air Indus. Ia menilai tindakan ini dapat berdampak serius bagi 250 juta penduduk yang bergantung pada aliran air sungai tersebut.
Munir menegaskan bahwa penangguhan perjanjian tersebut bisa memicu krisis kelaparan di wilayah yang tergantung pada sistem sungai Indus. Selain itu, ia juga menyampaikan ancaman keras terhadap bendungan-bendungan yang dibangun oleh India di Sungai Indus. Ia mengatakan bahwa Pakistan akan menggunakan kekuatan militer jika diperlukan, termasuk dengan mempergunakan rudal untuk menghancurkan proyek-proyek tersebut.
Dalam sebuah acara makan malam privat di Tampa, Amerika Serikat, Munir menyampaikan pernyataannya secara langsung. Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk pengusaha Adnan Asad, yang menjabat sebagai konsul kehormatan Pakistan di Tampa. Dalam pidatonya, Munir menekankan bahwa Pakistan adalah negara berkekuatan nuklir dan siap menggunakan senjata-senjata tersebut jika diperlukan.
Apa Itu Perjanjian Air Indus?
Perjanjian Air Indus adalah kesepakatan penting antara India dan Pakistan yang ditandatangani pada 19 September 1960. Perjanjian ini disepakati dengan bantuan Bank Dunia dan bertujuan untuk mengatur pembagian air dari sistem Sungai Indus yang melintasi kedua negara. Tujuan utama dari perjanjian ini adalah untuk mencegah konflik dan mendukung pembangunan ekonomi di kawasan tersebut.
Sistem Sungai Indus sangat vital karena menjadi sumber kehidupan bagi jutaan orang yang bergantung pada pertanian dan pasokan air bersih. Dalam perjanjian ini, enam sungai utama dibagi menjadi dua kelompok. Tiga sungai timur—Beas, Ravi, dan Sutlej—dialokasikan sepenuhnya untuk India. Sementara tiga sungai barat—Indus, Jhelum, dan Chenab—diberikan kepada Pakistan, dengan ketentuan bahwa India tetap dapat memanfaatkan airnya untuk keperluan non-konsumtif seperti pembangkit listrik tenaga air, navigasi, dan irigasi terbatas.
Perjanjian ini juga membentuk Komisi Tetap Indus, yang terdiri dari wakil dari kedua negara, untuk mengawasi pelaksanaan dan menyelesaikan perselisihan teknis. Selama lebih dari enam dekade, perjanjian ini dianggap sebagai contoh keberhasilan diplomasi air internasional, bahkan di tengah ketegangan politik dan konflik bersenjata antara kedua negara.
Ketegangan yang Meningkat
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perjanjian ini mulai goyah. Pada April 2025, India secara sepihak menangguhkan implementasi perjanjian setelah serangan teroris di Pahalgam, yang dituduhkan berasal dari kelompok yang berbasis di Pakistan. India juga mulai membangun proyek bendungan Sawalkote di Sungai Chenab, yang sebelumnya dibatasi oleh perjanjian, memicu ancaman dari Pakistan untuk menghancurkan proyek tersebut jika dianggap melanggar hak airnya.
Perkembangan ini menunjukkan bahwa isu air kini menjadi bagian dari strategi geopolitik yang lebih luas antara India dan Pakistan. Ketegangan atas sumber daya air tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral, tetapi juga pada stabilitas regional dan kesejahteraan jutaan penduduk yang bergantung pada sistem Sungai Indus.
Jika perjanjian ini benar-benar runtuh, dunia bisa menyaksikan salah satu konflik air terbesar di era modern.
Ancaman Rudal Pakistan terhadap Bendungan India
Marsekal Asim Munir juga mengancam akan menargetkan bendungan-bendungan India di masa mendatang di Sungai Indus. Ia mengumumkan bahwa Pakistan “akan menunggu India membangun bendungan, dan ketika India membangunnya, 10 rudal akan menghancurkannya.”
Munir menegaskan bahwa Pakistan “tidak kekurangan rudal” dan akan menghancurkan bendungan-bendungan India jika dibangun. Ia menyampaikan pernyataan tersebut dengan tegas, menegaskan bahwa Pakistan memiliki kemampuan militer yang cukup untuk menangani ancaman apa pun dari pihak lawan.
Kritik terhadap India
Dalam pidatonya, Munir juga menyampaikan kritik terhadap India, dengan menyebutkan bahwa negara tersebut memiliki sumber daya yang berharga, tetapi tidak boleh mengabaikan hak-hak negara lain. Ia menjelaskan rencana negaranya jika India benar-benar membangun bendungan yang akan menghalangi aliran air ke bagian Pakistan.
Munir menggunakan analogi yang kasar, menyebutkan bahwa India adalah mobil mewah yang berkilauan, sedangkan Pakistan adalah truk sampah yang penuh kerikil. Ia menambahkan bahwa jika truk tersebut menabrak mobil, maka yang rugi adalah truk itu sendiri.