Kolaborasi Multi Stakeholder dalam Mewujudkan Layanan Lansia Terintegrasi di Kabupaten Garut
Pertemuan multi stakeholder yang digelar oleh Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Garut bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut menjadi langkah penting dalam mewujudkan Layanan Lansia Terintegrasi (LLT). Acara ini berlangsung di Aula Bappeda Garut, dengan partisipasi dari berbagai pihak seperti Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Barat, Dinas Sosial, perwakilan dinas terkait, serta instansi lain di Kabupaten Garut.
Program LLT merupakan bagian dari inisiatif inklusi yang sedang dikembangkan oleh PDA Aisyiyah. Tujuannya adalah menciptakan layanan terpadu bagi lansia agar mereka dapat hidup lebih mandiri dan sejahtera. Kabupaten Garut ditunjuk sebagai salah satu lokus pelaksanaan LLT, dengan PD Aisyiyah sebagai inisiator utama di tingkat daerah. Hal ini sejalan dengan visi misi Bupati Garut yaitu Garut Hebat dan Berkelanjutan.
Agus Dinar, S. Kep., selaku Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Kabupaten Garut menekankan bahwa kegiatan ini merupakan upaya nyata dalam meningkatkan martabat para lansia. Ia menjelaskan bahwa melalui program LLT, lansia tidak lagi dipandang sebagai kelompok yang termarjinalkan, tetapi diberdayakan untuk tetap produktif dan mandiri.
“Kita ingin mendorong lansia mampu mendapatkan akses layanan, mampu mandiri, berdaulat, dan sejahtera. Harapannya, layanan yang ada bisa benar-benar terintegrasi. Saat ini fokus utama berada di Kecamatan Sukawening, tepatnya Desa Pasanggrahan yang diinisiasi oleh PD Aisyiyah,” ujarnya.
Ketua PDA Kabupaten Garut, Dra. Hj. Eti Nurul Hayati, M.Si., menyampaikan bahwa Desa Pasanggrahan dipilih sebagai lokasi percontohan karena memenuhi kriteria yang ditetapkan Bappenas. Pilot project ini akan menjadi tonggak penting dalam mewujudkan LLT di tingkat desa.
“Pilot project yang akan difokuskan di Desa Pasanggrahan ini akan kita awali dengan sosialisasi. Selanjutnya, kita akan membentuk kepengurusan LLT di tingkat desa. Mudah-mudahan bisa terwujud dan berkelanjutan, sehingga para lansia di Desa Pasanggrahan dapat terbina sesuai kriteria yang diinginkan Bappenas,” jelas Hj. Eti.
Ia menjabarkan bahwa terdapat tiga level kategori lansia yang akan menjadi dasar pengelolaan layanan. Level 1 adalah lansia yang aktif, produktif, dan sehat. Level 2 aktif dan produktif tetapi kurang sehat. Sementara Level 3 adalah lansia yang memerlukan perawatan intensif. Ia berharap kepengurusan LLT di desa bisa menggerakkan masyarakat yang ikhlas membantu, sehingga lansia dari level 1, 2, hingga 3 mendapat pendampingan yang tepat.
Selain pendampingan dari masyarakat, keberhasilan LLT juga akan bergantung pada integrasi dengan pusat layanan kesehatan. Dengan demikian, setiap kasus lansia bisa diarahkan sesuai kebutuhan masing-masing, baik untuk perawatan medis maupun pendampingan sosial.
Pertemuan multi stakeholder ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak yang hadir. Semangat kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan komunitas diharapkan menjadi kekuatan dalam memastikan layanan lansia tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan terhubung secara sistematis.
Melalui inisiatif ini, Garut diharapkan mampu menjadi model daerah dalam pengelolaan layanan lansia. Desa Pasanggrahan, sebagai lokus percontohan, akan menjadi barometer sukses tidaknya program LLT yang diinisiasi PDA Aisyiyah.
“Mari kita jadikan ini sebagai gerakan bersama. Lansia harus kita posisikan sebagai bagian penting dari masyarakat, bukan beban. Dengan LLT, kita ingin lansia Garut tetap produktif, sehat, dan bermartabat,” tutup Hj. Eti dengan penuh optimisme.
Dengan langkah awal ini, PDA Aisyiyah Garut dan Bappeda berharap program LLT tidak hanya berjalan di Desa Pasanggrahan, tetapi juga bisa direplikasi di kecamatan lain, sehingga para lansia di Kabupaten Garut memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik di masa tua mereka.