Visi Jakarta Menjadi Kota Global
Pemerintah DKI Jakarta memiliki visi ambisius untuk masuk ke dalam 20 besar kota global dunia pada tahun 2045. Dalam sebuah media briefing di kantor Kearney Indonesia, ahli-ahli ekonomi dan perencana kota menyampaikan bahwa strategi lintas sektor serta transformasi struktural diperlukan agar target ini dapat tercapai. Partner dan Presiden Direktur Kearney Indonesia, Shirley Santoso, menjelaskan bahwa kunci utama untuk mencapai tujuan tersebut adalah integrasi pembangunan antar sektor.
Enam Tantangan Utama yang Perlu Diatasi
Dalam diskusi tersebut, enam tantangan utama telah diidentifikasi sebagai kunci untuk membawa Jakarta masuk ke jajaran 20 kota global teratas:
1. Pembangunan Pesisir: Meningkatkan Kontribusi Ekonomi
Kawasan utara Jakarta seperti Ancol, Pelindo, KBN, Marunda, hingga Kepulauan Seribu diproyeksikan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Potensi kawasan ini sangat besar untuk dikembangkan sebagai hub pariwisata, logistik, dan gaya hidup kelas dunia. Untuk memaksimalkan potensi ini, pembangunan perlu didukung rencana terintegrasi, termasuk akses kapal, MRT, LRT, serta infrastruktur seperti Giant Sea Wall untuk penyediaan air bersih dan mitigasi bencana.
2. Transportasi Publik: Mengurangi Penggunaan Kendaraan Pribadi
Shirley menilai bahwa penurunan kemacetan di Jakarta belum sebanding dengan perubahan perilaku warga. Meski transportasi publik makin lengkap, 80 persen warga masih mengandalkan kendaraan pribadi. Sistem transportasi harus multimoda dan terhubung dari titik awal ke tujuan akhir. Contoh integrasi seperti Blok M Hub dan konsep TOD ala Tokyo dinilai penting. Selain itu, inisiatif seperti mewajibkan ASN naik kendaraan umum juga dinilai tepat untuk mendorong perubahan.
3. Perumahan Terjangkau: Memenuhi Kebutuhan Warga
Hanya sekitar 39 persen warga Jakarta yang punya akses ke hunian terjangkau. Shirley menekankan pentingnya membangun rumah terjangkau dekat pusat ekonomi dan transportasi publik. Model di Singapura menjadi contoh, di mana rumah murah justru dibangun di lokasi strategis agar warga berpenghasilan rendah tidak terbebani ongkos perjalanan jauh setiap hari.
4. Pemerataan Ekonomi: Membangun Kawasan Ekonomi Khusus
Shirley mendorong pemerataan ekonomi dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di wilayah Jakarta Barat dan Utara. KBN cocok dikembangkan jadi KEK logistik, sementara kawasan barat yang punya banyak universitas bisa jadi klaster pendidikan internasional. Keberadaan kampus asing seperti Georgetown University dinilai dapat memperkuat citra Jakarta sebagai kota global.
5. Izin Bisnis & Event Internasional: Menyederhanakan Proses
Shirley melihat banyaknya lembaga perizinan menjadi penghambat utama kegiatan bisnis dan hiburan di Jakarta. Ia membandingkan dengan Singapura yang lebih sederhana dalam proses perizinan konser internasional. Selain birokrasi, ia juga menyoroti kurangnya infrastruktur sekitar venue seperti akses parkir dan transportasi massal yang cepat.
6. Biaya Tak Terlihat & Reformasi Iklim Usaha
Salah satu penyebab Jakarta kalah bersaing, menurut Shirley, adalah tingginya biaya tak terlihat dalam dunia usaha. Ia membandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura yang lebih transparan dalam urusan biaya, sehingga membuat investor merasa lebih aman dan tertarik masuk.
Strategi Pemerintah DKI Jakarta
Selain menghadapi tantangan-tantangan di atas, Pemerintah DKI Jakarta juga akan melakukan beberapa langkah strategis, antara lain:
- Mendorong optimalisasi pasar modal dan syariah.
- Redirect kawasan industri seperti JIEP dan KBN ke arah manufaktur ramah lingkungan.
- Menambah ruang terbuka hijau seperti pocket garden.
- Memperbaiki akses air bersih dan pipa distribusi.
- Menggunakan Giant Sea Wall untuk pasokan air dan pengendalian banjir.
Kolaborasi Multipihak Sangat Penting
Shirley menekankan bahwa setiap strategi pembangunan Jakarta ini tidak bisa dijalankan oleh pemerintah saja. Menurutnya, kolaborasi multipihak sangat penting agar eksekusi strategi berjalan optimal dan berdampak luas. “Kami ingin lihat dengan eksekusi strategi yang sangat baik,” ujarnya. Ia menambahkan, strategi ini harus melibatkan sektor swasta, akademisi, hingga NGO, agar arah pembangunan benar-benar inklusif dan berkelanjutan.