Peran Angkutan Udara Perintis dalam Menekan Biaya Logistik
Angkutan udara perintis memiliki peran penting dalam mengurangi biaya logistik yang menjadi penyebab disparitas harga bahan pokok di berbagai wilayah terpencil dan terluar Indonesia, khususnya di daerah Papua. Dengan adanya angkutan ini, akses ke daerah-daerah yang sulit dijangkau dapat ditingkatkan, sehingga distribusi barang dan kebutuhan sehari-hari bisa lebih merata.
Undang-Undang No.1/2009 tentang Penerbangan menjadi dasar hukum pengaturan angkutan udara perintis. Selain itu, Peraturan Menteri Perhubungan No. 8/2021 juga menjelaskan bahwa angkutan ini adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jaringan penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain. Angkutan ini biasanya tidak menguntungkan secara komersial, namun sangat penting untuk pemerataan pembangunan.
Tujuan utama dari program angkutan udara perintis adalah mempercepat pemerataan pembangunan, meningkatkan ekonomi masyarakat, serta mempersempit kesenjangan antar daerah. Harga bahan pokok seperti cabai rawit di Maluku dan Papua sering kali jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah Jawa. Contohnya, harga cabai rawit di Papua bisa mencapai Rp99.000 hingga lebih dari Rp120.000 per kilogram, sedangkan di Jawa hanya berkisar Rp30.000-an per kilogram.
Angkutan udara perintis, yang juga dikenal sebagai Jembatan Udara (Jembara), biasanya membawa berbagai jenis barang seperti bahan pokok, bahan bakar minyak (BBM), LPG, hingga kebutuhan proyek seperti semen. Pesawat yang digunakan umumnya adalah Cessna dengan kapasitas penumpang yang terbatas.
Direktur Navigasi Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kemenhub Syamsu Rizal menyampaikan bahwa sampai semester I/2025, penyelenggaraan angkutan udara perintis telah memberikan dampak positif. Jembara telah menghubungkan 164 bandar udara, 78 lapangan terbang, 27 provinsi, dan 121 kabupaten/kota. Hal ini berdampak pada penurunan disparitas harga bahan pokok di wilayah Papua secara signifikan.
Contoh nyata adalah Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, di mana harga cabai rawit turun hingga 45% menjadi Rp110.000/kg setelah menggunakan Jembara. Sementara itu, harga cabai di luar Jembara mencapai Rp200.000/kg. Di Kabupaten Malinau, harga telur ayam ras berhasil turun dari Rp160.000/kg menjadi Rp64.000/kg. Di Kabupaten Pegunungan Bintang, harga air mineral turun 62,50% dari Rp320.000/karton menjadi Rp120.000/karton.
Saat ini, terdapat 22 koordinator wilayah (Korwil) dengan rute penumpang perintis sebanyak 266 dan rute kargo perintis sebanyak 46 rute, serta 1 rute subsidi angkutan udara kargo. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terus memperkuat integrasi antarmoda transportasi laut dan udara melalui angkutan perintis untuk menekan biaya logistik.
Syamsu Rizal menjelaskan bahwa integrasi transportasi dapat mendukung efisiensi logistik. Efisiensi ini akan berdampak pada penurunan biaya logistik dan akhirnya menurunkan disparitas harga di berbagai wilayah Indonesia. Target Kemenhub adalah menurunkan biaya logistik hingga 12,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Pada 2022, biaya logistik masih mencapai 14,29% dari PDB. Tahun ini, angka tersebut turun menjadi 13,52%, dan targetnya adalah 12,5% dari PDB pada 2029. Sejak 2011 hingga Juni 2025, angkutan udara perintis telah mengangkut 3.236.977 penumpang. Sementara itu, sejak 2018 hingga Juni 2025, angkutan udara perintis telah mengangkut 36.262 ton kargo.