Nias Bergetar! Pemekaran Nias Tengah Muncul, Mandrehe, Lahomi, dan Lotu Siap Jadi Kecamatan Baru

Posted on

Gelombang Pemekaran Kabupaten Nias Tengah Muncul dari Kebutuhan Pembangunan

Pemekaran Kabupaten Nias Tengah semakin menjadi topik hangat di kalangan masyarakat, tokoh adat, dan pengusaha lokal. Rencana ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan untuk mempercepat pembangunan, meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Kecamatan-kecamatan strategis seperti Mandrehe, Lahomi, dan Lotu menjadi fokus utama karena memiliki potensi ekonomi, budaya, dan sumber daya manusia yang cukup kuat untuk mendukung pembentukan kabupaten baru.

Banyak warga menyatakan bahwa akses ke pusat pemerintahan Kabupaten Nias di Gunungsitoli masih terbatas. Infrastruktur transportasi, pendidikan, dan kesehatan di daerah pedalaman sering kali tidak merata, sehingga pemekaran dianggap sebagai langkah strategis agar pemerintah dapat lebih dekat dengan masyarakat. Tokoh adat, pemuda, dan pelaku usaha lokal memberikan dukungan terhadap gagasan ini, dengan harapan setiap desa dan kecamatan memiliki kemandirian dalam mengelola potensi lokal mereka sendiri.

Namun, aspirasi ini juga dihadapkan pada tantangan serius. Kesiapan fiskal, kapasitas sumber daya manusia, dan regulasi birokrasi menjadi faktor penting dalam mewujudkan Kabupaten Nias Tengah yang mandiri. Pemerintah provinsi Sumatera Utara harus mempertimbangkan dampak sosial-politik agar pemekaran tidak menimbulkan ketegangan antarwilayah.

Potensi Ekonomi dan Sumber Daya Lokal

Kecamatan Mandrehe, yang menjadi salah satu pusat aspirasi, dikenal dengan sektor perikanan dan perkebunan kelapa serta cengkeh. Pelabuhan kecil di Mandrehe menjadi jalur pengiriman hasil perikanan ke Gunungsitoli maupun ke luar pulau. Hal ini menjadikannya sebagai wilayah yang memiliki potensi ekonomi yang besar.

Lahomi memiliki potensi pertanian dan hortikultura, termasuk produksi kakao, kopi, dan sayuran. Selain itu, keindahan alamnya bisa dikembangkan menjadi destinasi pariwisata berkelanjutan, seperti air terjun dan bukit perbukitan hijau yang menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.

Di sisi utara Nias Tengah, Lotu memiliki pelabuhan strategis dan potensi perdagangan yang dapat menopang aktivitas ekonomi kabupaten baru. UMKM lokal di Lotu berkembang pesat, mulai dari kerajinan tangan, kuliner, hingga industri rumahan yang menyerap tenaga kerja setempat.

Para pengusul pemekaran menekankan bahwa jika wilayah ini dikelola sebagai kabupaten mandiri, pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat karena alokasi anggaran difokuskan pada kebutuhan lokal. Infrastruktur jalan, pasar, dan fasilitas perdagangan dapat dibangun sesuai kebutuhan masyarakat tanpa harus bersaing dengan wilayah lain yang lebih besar di Kabupaten Nias.

Budaya dan Identitas Lokal

Budaya Nias Tengah menjadi salah satu alasan penting bagi pemekaran. Pulau Nias terkenal dengan tradisi megalitik, tari perang, dan sistem sosial yang kuat di tingkat desa. Pemekaran memungkinkan kecamatan-kecamatan seperti Mandrehe, Lahomi, dan Lotu untuk mengembangkan pusat budaya lokal, festival adat, serta pelestarian bahasa dan kesenian tradisional yang unik.

Di Mandrehe, masyarakat memiliki tradisi warisan leluhur yang berkaitan dengan sistem gotong royong dan upacara adat. Lahomi menonjol dengan festival tahunan yang menampilkan tarian perang dan musik tradisional, sementara Lotu memiliki potensi pengembangan museum budaya serta kerajinan lokal khas Nias.

Dengan kabupaten baru, program pendidikan dan kebudayaan dapat disesuaikan dengan kearifan lokal. Generasi muda akan memiliki ruang untuk melestarikan nilai-nilai tradisi sekaligus mengembangkan ekonomi kreatif melalui sektor pariwisata, kerajinan, dan produk lokal lainnya.

Tantangan Birokrasi dan Regulasi

Meski potensi besar terlihat, pemekaran menghadapi sejumlah tantangan serius. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara perlu memastikan kesiapan anggaran, sumber daya manusia, dan infrastruktur dasar sebelum kabupaten baru resmi berdiri. Beberapa regulasi yang harus dipenuhi termasuk:

  • Pembentukan kantor pemerintahan kabupaten baru
  • Fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai di setiap kecamatan
  • Peningkatan kapasitas ASN dan aparat desa untuk mengelola administrasi

Pengalaman pemekaran di daerah lain menunjukkan risiko ketergantungan pada dana pusat jika persiapan fiskal dan administratif kurang matang. Tanpa studi kelayakan yang menyeluruh, kabupaten baru berisiko mengalami stagnasi pembangunan.

Dukungan dan Pro-Kontra

Wacana pemekaran Nias Tengah memunculkan pro dan kontra. Dukungan datang dari warga dan tokoh lokal yang berharap pelayanan publik lebih dekat, pembangunan infrastruktur merata, dan ekonomi lokal berkembang. Kecamatan Mandrehe, Lahomi, dan Lotu dianggap cukup kuat untuk menopang kabupaten baru.

Namun, ada pihak yang khawatir pemekaran menimbulkan beban anggaran baru. Pengalaman daerah lain menunjukkan bahwa kemandirian fiskal tidak selalu tercapai. Pemerintah provinsi menekankan pentingnya perencanaan matang agar pemekaran tidak menimbulkan konflik antardaerah.

Keberhasilan pemekaran sangat bergantung pada kesiapan fiskal, regulasi, dan sumber daya manusia. Jika seluruh persiapan dilakukan secara matang, Nias Tengah bisa menjadi contoh sukses tata kelola daerah di Indonesia. Jika tidak, aspirasi ini berisiko hanya menjadi wacana panjang tanpa realisasi konkret.