Kementerian Kehutanan Indonesia Memastikan Legalitas dan Keberlanjutan Produk Wood Pellet
Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut RI) telah memastikan bahwa produk pelet kayu atau wood pellet yang diekspor dari Indonesia dapat memenuhi standar Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Hal ini tercapai jika produk tersebut dilengkapi dengan dokumen V-Legal/Lisensi FLEGT. Dengan demikian, produk wood pellet dijamin berasal dari sumber yang legal, berkelanjutan, serta sepenuhnya mematuhi hukum di Indonesia.
Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (BPPHH) Kemenhut, Erwan Sudaryanto, menyampaikan hal ini dalam pertemuan dengan anggota Board Biomass Sustainability Working Group, Takanobu Aikawa dari METI (Ministry of Economy, Trade, and Industry Jepang), serta Jiro Omura, COE Lead for Biomass and Biofuel Control Union Asia Pasific Region. Pertemuan ini digelar untuk menjawab isu-isu yang muncul terkait pengembangan industri wood pellet yang dikabarkan menyebabkan deforestasi.
Erwan menegaskan bahwa pemerintah melalui Kemenhut memiliki komitmen besar untuk menjalankan SVLK. Dengan sistem ini, pemerintah memastikan bahwa semua produk kayu berasal dari sumber yang sah dan berkelanjutan. “Pemerintah punya komitmen untuk menjaga bahwa produk hasil hutan berasal dari izin yang sah dan tidak mengakibatkan deforestasi melalui SVLK,” ujar Erwan.
Kepala Subdit Sertifikasi dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut, Tony Rianto, menambahkan bahwa skema SVLK mencakup lebih dari satu aspek. Selain legalitas, SVLK juga melibatkan aspek sosial, ekologis, dan bisnis. Industri pengolah hasil hutan yang menggunakan bahan baku bersertifikat SVLK, artinya kelestariannya secara ekologis maupun ekonomis telah terjamin.
“SVLK Indonesia menjamin bahwa wood pellet berasal dari sumber legal, lestari, dan mendukung transisi energi bersih. Ini adalah upaya pemerintah untuk menjaga hutan dan menghindarkan deforestasi,” kata Tony.
Enam Kerangka Kerja Keberlanjutan dalam SVLK
Sejak 2009 lalu, pemerintah telah merilis regulasi mengenai SVLK. Ada enam kerangka kerja keberlanjutan dalam sistem ini:
- Legalitas – Menjamin semua produk kayu dan turunannya berasal dari sumber yang sah sesuai regulasi Indonesia.
- Transparansi dan Traceability – Menerapkan sistem dokumentasi yang memastikan asal-usul kayu dapat ditelusuri hingga sumbernya.
- Kepatuhan Standar Internasional – SVLK diakui dunia internasional melalui standar ISO 17065:2012, ISO 19011:2018, dan FLEGT VPA dengan Uni Eropa.
- Keterlibatan Multi Pihak – Membangun partisipasi pemerintah, pelaku usaha, lembaga sertifikasi, pemantau independen, dan masyarakat sipil.
- Dukungan Keberlanjutan Lingkungan – Mengurangi risiko deforestasi ilegal, mendukung konservasi, dan memastikan hutan tetap produktif serta lestari.
- Daya Saing Global – SVLK menjadi instrumen utama untuk menjawab isu perdagangan hijau, EUDR, serta memperkuat akses pasar internasional.
Manajemen Pemanfaatan Hutan oleh Kemenhut
Selain mengatur mengenai SVLK, Kementerian Kehutanan juga telah menyusun manajemen pemanfaatan hutan. Dari luas daratan Indonesia sebesar 191,4 juta hektare, luas kawasan hutan mencapai 125,7 juta hektare. Dari luas kawasan hutan tersebut, Kemenhut membaginya ke dalam beberapa fungsi hutan, seperti hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
Tony Rianto menjelaskan bahwa hutan lindung dan konservasi sama sekali tidak diperbolehkan untuk penebangan kayu. Pelaku usaha hanya diberikan perizinan di hutan produksi maupun area penggunaan lain (APL) untuk memanfaatkannya melalui perizinan berusaha pemanfaatan hutan (PBPH) dan skema yang sah lainnya.
“Jadi, tidak setiap penebangan pohon berarti deforestasi,” tegas Tony.