Derana NTT –
Sabtu pagi, 7 Juli 2025, sekitar pukul 08.30 WITA, saya berada di ujung aspal yang perlahan berubah menjadi lumpur dan bebatuan tajam.
Lokasinya di Kampung Dopak hingga Pinggang, Desa Sangan Kalo, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.
Jalan ini bukan jalan kecil milik desa, melainkan jalan provinsi yang seharusnya jadi urat nadi penghubung antarwilayah.
Tapi yang saya temukan justru ironi, lubang jalan selebar 1,5 meter penuh lumpur, menganga tanpa ampun, siap “menelan” ban mobil atau sepeda motor yang mencoba melintasinya.
Jalan Provinsi, Tapi Tak Tersentuh Perhatian
Saya berkendara dari arah Wukir sejak pukul 07.00 pagi. Harapan awal saya adalah menikmati pagi sejuk di pedalaman Manggarai Timur sambil mendengar cerita masyarakat lokal.
Namun, yang saya temui justru derita yang telah bertahun-tahun dirasakan warga setempat: jalan rusak parah, nyaris tak bisa dilewati.
Di satu titik, saya bahkan harus berhenti dan turun dari motor karena jalan benar-benar licin, penuh lumpur lengket pasca hujan malam sebelumnya.
Seorang warga, Ibu Anita Senia, yang kebetulan sedang memikul tong, berkata kepada saya,
“Ini jalan provinsi, tapi seolah bukan milik siapa-siapa. Kami di sini sudah biasa jatuh, mogok, bahkan melahirkan di tengah jalan karena ambulans tak bisa lewat.”
Akses Ekonomi Terhambat, Anak Sekolah Pun Tersiksa
Kondisi jalan ini bukan sekadar soal kenyamanan perjalanan. Ini soal akses ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Bayangkan bagaimana hasil panen petani di Elar Selatan harus tertahan karena truk pengangkut enggan masuk ke daerah yang jalannya bisa menghancurkan sasis kendaraan.
Anak-anak sekolah terpaksa jalan kaki sejauh 5 hingga 7 kilometer dengan kondisi jalan becek dan menanjak.
“Kami hanya minta pemerintah buka mata,” ujar Ibu Anita, warga setempat yang tiap hari harus melintas di jalan yang rusak.
Pemprov NTT, Jangan Tutup Mata Lagi
Apa yang saya lihat di Kampung Pinggang adalah potret nyata ketimpangan infrastruktur di NTT.
Jalan ini milik Provinsi NTT, artinya berada di bawah tanggung jawab Pemerintah Provinsi NTT.
Namun hingga kini, tidak ada tanda-tanda perbaikan. Bahkan plang proyek atau papan informasi pun tak ditemukan di sepanjang jalan rusak tersebut.
Gubernur NTT, Bapak Melki Laka Lena, tolong dengarkan jeritan dari Elar Selatan. Jalan ini bukan hanya rusak, tapi telah menjadi simbol keterasingan masyarakat dari perhatian pemerintah.
Harapan Warga: Infrastruktur untuk Semua, Bukan Segelintir
Masyarakat Desa Sangan Kalo tidak menuntut jalan tol atau jembatan layang.
Mereka hanya ingin jalan tanah ini diperbaiki, dilapisi batu, mungkin sedikit pengerasan dengan campuran semen, agar tidak lagi menjadi kubangan saat hujan turun. Perbaikan sederhana, tapi dampaknya bisa luar biasa.
“Kami tahu anggaran tidak besar, tapi tolong prioritaskan tempat seperti kami ini. Bukan karena kami banyak suara, tapi karena kami juga warga NTT,” tegas Ibu Anita lagi.
Jalan Rusak Bukan Sekadar Cerita Jalanan
Kampung Pinggang dan seluruh wilayah Elar Selatan sedang menunggu. Menunggu tindakan nyata, bukan janji.
Karena di balik lubang sedalam 1,5 meter itu, ada mimpi-mimpi yang tersendat, ada anak-anak yang harus bertarung dengan lumpur demi sekolah, dan ada ibu-ibu yang menahan nyeri kontraksi karena ambulans tak pernah datang tepat waktu.
Saatnya Pemerintah Provinsi NTT, khususnya Bapak Gubernur Melki Laka Lena, membuka mata dan menyentuh wilayah-wilayah pinggiran ini. Infrastruktur bukan soal pembangunan semata, tapi soal keadilan.***