Visi Perluasan Kereta Cepat Jakarta-Bandung-Surabaya
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia sedang mempersiapkan kerangka regulasi baru untuk mendukung rencana perluasan sistem kereta cepat yang akan menghubungkan Jakarta, Bandung hingga Surabaya. Rencana ini diharapkan dapat meningkatkan mobilitas masyarakat serta memperkuat integrasi antar wilayah di Pulau Jawa.
AHY menyatakan bahwa instruksi dari Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas jalur kereta cepat tidak hanya sebatas perpanjangan jaringan. Namun, ide tersebut mencerminkan visi jangka panjang pemerintah dalam menyediakan transportasi yang lebih cepat, ramah lingkungan, dan terintegrasi. Salah satu fokus utama dari visi ini adalah memperkuat koridor Bandung-Surabaya sebagai salah satu jalur penting dalam sistem transportasi nasional.
Sejarah Awal Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dimulai pada Maret 2015 ketika Presiden Joko Widodo menginisiasi pembangunan infrastruktur tersebut. Setelah mendapat persetujuan, pemerintah membuka peluang kerja sama dengan negara lain. Dua negara, yaitu Jepang dan Tiongkok, menawarkan bantuan, namun akhirnya pemerintah memilih Tiongkok sebagai mitra karena alasan biaya dan keandalan.
Pada Januari 2016, proyek tersebut resmi dimulai dengan peletakan batu pertama. Pada awalnya, target penyelesaian adalah 2019, tetapi beberapa hambatan membuat proyek kembali ditargetkan selesai pada 2023. Selain itu, ada peningkatan biaya sebesar 23 persen dari nilai awal US$ 6,071 miliar.
Pengambilalihan Infrastruktur oleh Pemerintah
Salah satu agenda besar pemerintah saat ini adalah rencana pengambilalihan prasarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) oleh pemerintah. Saat ini, infrastruktur proyek tersebut masih berada di bawah tanggung jawab konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia bersama perusahaan asal Tiongkok.
Langkah ini dipertimbangkan lantaran adanya kekurangan arus kas yang signifikan, bahkan diproyeksikan akan berlanjut hingga tahun 2061. Pendapatan dari penjualan tiket Kereta Whoosh dinilai belum sebanding dengan beban keuangan yang ditanggung. Selama tahun 2024, tiket yang terjual hanya mencapai 6,06 juta lembar. Dengan asumsi harga rata-rata Rp 250.000 per tiket, total pendapatan kotor kereta cepat itu diperkirakan hanya sekitar Rp 1,5 triliun.
Pendapatan yang minim ini, bahkan lebih rendah dari biaya bunga yang nyaris Rp 2 triliun per tahun, membuat keuangan KCIC bakal terganggu defisit. Dikhawatirkan, untuk menambal defisit tersebut, KCIC harus melakukan pinjaman tambahan dalam jumlah besar.
Biaya dan Utang yang Mengkhawatirkan
Biaya awal proyek yang semula disepakati sebesar 6,02 miliar dolar Amerika Serikat melonjak menjadi 7,22 miliar dolar AS. 75 persen dari total investasi tersebut dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB), sehingga total utang mencapai 5,415 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 81,2 triliun.
Bunga tahunan untuk utang pokok sebesar 6,02 miliar dolar Amerika Serikat adalah 2 persen, sementara bunga untuk pembengkakan biaya mencapai 3,4 persen per tahun. Akibatnya, beban bunga mencapai sekitar 120,9 juta dolar Amerika Serikat atau hampir Rp 2 triliun per tahun.
Tantangan dan Prospek Masa Depan
Dengan tantangan finansial yang cukup besar, pemerintah dan pemangku kepentingan terus mencari solusi untuk menjaga kelangsungan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Rencana pengambilalihan infrastruktur oleh pemerintah menjadi langkah strategis untuk mengurangi beban keuangan dan memastikan proyek dapat berjalan secara berkelanjutan.
Selain itu, rencana perluasan kereta cepat hingga Surabaya juga menjadi prioritas untuk meningkatkan aksesibilitas dan memperkuat ekonomi regional. Dengan dukungan regulasi yang tepat, proyek ini diharapkan bisa menjadi contoh sukses dalam pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.