Depok Ajak Warga Berubah, Mulai Memilah Sampah di Rumah

Posted on

Tantangan Pengelolaan Sampah di Kota Depok

Kota Depok menghadapi tantangan yang semakin berat dalam pengelolaan sampah. Setiap hari, jumlah limbah rumah tangga terus meningkat, mencapai rata-rata 1.100 ton per hari. Data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok tahun 2024 menunjukkan bahwa sekitar 70 persen dari volume sampah tersebut adalah sampah organik. Sebagai kota penyangga Jakarta di wilayah Jabodetabek, Depok mengalami pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang pesat. Peningkatan aktivitas domestik dan konsumsi masyarakat turut memperparah lonjakan volume sampah.

Masalah ini semakin membebani Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipayung—satu-satunya TPA aktif di kota ini—hingga melebihi kapasitasnya. Selain faktor demografis dan ekonomi, rendahnya kesadaran masyarakat dalam memilah dan mengurangi sampah juga menjadi penyebab utama. Hal ini menunjukkan kebutuhan mendesak untuk mengubah pola perilaku masyarakat dalam mengelola sampah.

Membangun Budaya Baru: Memilah Sampah dari Rumah

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Kota Depok mengambil langkah-langkah konkret. Selain membangun infrastruktur, pemerintah juga fokus pada perubahan budaya masyarakat, khususnya dalam memilah sampah sejak dari rumah. Salah satu program yang diluncurkan adalah Program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP), yang menawarkan solusi menyeluruh dalam pengelolaan sampah.

Program ini tidak hanya fokus pada pembangunan fasilitas fisik, tetapi juga perbaikan sistem layanan dari hulu ke hilir. Salah satu komponen utamanya adalah kegiatan Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM), yang bertujuan mengubah perilaku melalui edukasi dan praktik nyata. Proyek percontohan di Perumahan Green Le Mirage, RT 004 RW 002, Kelurahan Cipayung Jaya, Kecamatan Cipayung, menjadi awal dari upaya ini.

Dengan pendekatan edukatif dan partisipatif, proyek ini bertujuan menanamkan kebiasaan memilah sampah sejak dari sumbernya. Ketika warga mulai memisahkan sampah organik, anorganik, dan residu, jumlah sampah yang masuk ke TPA bisa ditekan secara signifikan. Jika diterapkan secara luas, pendekatan ini tidak hanya mengurangi tekanan terhadap TPA Cipayung, tetapi juga memperkuat fondasi sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Komunikasi Personal dan Dampak Nyata

Pendekatan komunikasi dilakukan secara langsung dan personal—melalui pertemuan tatap muka, diskusi kelompok, hingga kunjungan rumah ke rumah. Cara ini membuat pesan lebih mudah dipahami dan diinternalisasi oleh warga. Hasilnya bukan hanya lingkungan yang lebih bersih, tetapi juga tumbuhnya kesadaran kolektif, rasa tanggung jawab, dan semangat gotong royong di tengah masyarakat.

Untuk mendukung keberhasilan program, proyek ini dilengkapi dengan sarana yang mudah diakses dan digunakan warga. Setiap rumah mendapat ember terpisah untuk sisa makanan, dropbox anorganik ditempatkan di titik strategis, dan lubang biopori disiapkan untuk mengolah sampah organik langsung di lingkungan. Fasilitas ini dirancang sederhana namun efektif, agar dapat dioperasikan secara mandiri oleh warga.

Sejak program berjalan, volume sampah di Green Le Mirage berhasil ditekan hingga 80%—dari semula 270 kg/hari menjadi hanya 70 kg/hari. Ini menunjukkan bahwa perubahan perilaku masyarakat dapat memberikan dampak nyata dalam pengelolaan sampah.

ISWMP: Mendorong Perubahan dari Hulu ke Hilir

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Dewi Chomistriana, menegaskan pentingnya pendekatan menyeluruh dalam pengelolaan sampah. “ISWMP bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi tentang perubahan cara pandang kita terhadap sistem pengelolaan sampah,” ujarnya. Ketika TPST menjadi bagian dari sistem yang terhubung dari kebijakan hingga kebiasaan masyarakat, maka kita tidak sekadar mengelola sampah, tapi sedang merawat masa depan bersama.

ISWMP berfokus pada lima pilar utama:

  • Penyusunan dan penetapan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah (RISPS), serta penguatan regulasi melalui Perda dan Perkada.
  • Peningkatan peran aktif masyarakat dan pemerintah daerah.
  • Perkuatan kelembagaan pengelolaan sampah.
  • Pengembangan mekanisme pendanaan dan sistem retribusi.
  • Pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan sampah berteknologi.

Kelima pilar ini dirancang sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi demi mewujudkan tata kelola persampahan yang modern dan berkelanjutan.

Model yang Bisa Direplikasi

Keberhasilan pilot project ini membuktikan bahwa pengelolaan sampah yang efektif bisa dimulai dari skala terkecil: rumah tangga. Dengan edukasi yang konsisten, sarana yang memadai, dan pendampingan intensif, perubahan perilaku bukan hanya mungkin, tetapi nyata. Karena dirancang berdasarkan kebutuhan dan kondisi lokal, model ini bersifat adaptif dan dapat direplikasi di berbagai wilayah lain.

Program ISWMP di Kota Depok menjadi contoh bahwa membangun budaya memilah sampah bukan sekadar kampanye, tetapi proses transformasi sosial yang membutuhkan keterlibatan semua pihak—pemerintah, masyarakat, dan mitra pembangunan. Transformasi itu dimulai dari satu tindakan kecil, di satu rumah, yang mampu membawa perubahan besar.