Tanggul Beton di Pesisir Cilincing: Konflik antara Infrastruktur dan Kepentingan Nelayan
Pesisir Cilincing, Jakarta Utara, kini menjadi sorotan setelah tanggul beton yang berdiri memanjang sepanjang 2–3 kilometer viral di media sosial. Video yang diunggah oleh warganet menunjukkan struktur beton yang mengubah pemandangan pesisir dan menimbulkan keluhan dari nelayan setempat.
Menurut seseorang yang terekam dalam video tersebut, keberadaan tanggul ini menyulitkan nelayan untuk melintasi area tersebut. Mereka harus melewati rute yang lebih jauh, sehingga mengganggu aktivitas mencari ikan dan meningkatkan biaya operasional.
Tanggul beton yang dibangun di kawasan pesisir Cilincing adalah bagian dari proyek penguatan infrastruktur pelabuhan Marunda. Proyek ini dikelola oleh PT Karya Citra Nusantara (KCN), sebuah perusahaan yang memiliki peran penting dalam mendukung logistik domestik. Perusahaan ini juga bertugas sebagai Badan Usaha Pelabuhan (BUP) yang beroperasi di wilayah tersebut.
Dalam unggahan resmi di media sosial, PT KCN menjelaskan bahwa mereka telah berkontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi melalui layanan bongkar muat barang yang efisien. Selain itu, perusahaan juga menekankan bahwa mereka memberikan kesempatan kerja kepada tenaga lokal, termasuk PBM dan TKBM Marunda. Selain itu, PT KCN juga terlibat dalam mendorong investasi di kawasan pelabuhan dan hinterland.
Meski saat ini fokus utama kegiatan bongkar muat hanya pada layanan antar pulau, perusahaan tetap menegaskan bahwa pelabuhan ini memiliki peran strategis dalam mendukung distribusi logistik nasional.
Izin dan Verifikasi Lapangan
Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Fajar Kurniawan, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi lapangan terkait keluhan nelayan atas proyek reklamasi di area PT KCN. Hasilnya, proyek tersebut memiliki izin lengkap dan tidak menutup akses bagi nelayan.
Namun, Fajar menegaskan bahwa KKP akan terus mengawasi agar kegiatan sesuai dengan izin dan tidak merugikan masyarakat pesisir. Bagi KKP, kepentingan nelayan dan kelestarian laut tetap menjadi prioritas utama.
Selain itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saksono, menyampaikan bahwa tanggul beton di pesisir Cilincing telah memperoleh izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). PKKPRL adalah izin administratif yang diterbitkan oleh KKP untuk memastikan kegiatan di ruang laut sesuai rencana tata ruang dan peraturan yang berlaku.
Ipung juga memastikan bahwa tanggul beton tersebut bukan bagian dari proyek Giant Sea Wall. “Bukan [proyek Giant Sea Wall],” katanya singkat.
Dampak terhadap Nelayan
Dewan Pembina DPD Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jakarta Utara, Muhammad Riza, menjelaskan bahwa tanggul beton tersebut merupakan milik anak usaha PT Karya Teknik Utama, yaitu PT Karya Citra Nusantara. Meskipun memiliki izin pusat, keberadaan beton ini mengganggu kegiatan nelayan.
“Nelayan kini membutuhkan waktu lebih lama untuk mengakses keluar dan masuk,” ujarnya. Ia juga menyebut bahwa tanggul ini berpotensi merugikan nelayan karena mengubah akses keluar-masuk muara. Meski kerugian ekonomi belum bisa dihitung secara pasti, dampak terhadap operasional harian nelayan sudah mulai terasa.
Peninjauan Lapangan dan Dokumen Perizinan
Tim Polisi Khusus (Polsus) Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) di Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Jakarta telah melakukan inspeksi lapangan terkait pengaduan masyarakat tentang kegiatan reklamasi di wilayah Cilincing oleh PT Karya Teknik Utama.
Dalam laporan tersebut, terungkap bahwa PT Karya Teknik Utama adalah perusahaan galangan kapal yang berlokasi di Jalan Marunda Pulo Nomor 1 Kelurahan Cilincing. Perusahaan ini telah memiliki dokumen PKKPRL untuk kegiatan industri galangan kapal seluas 12,71 hektare dan 15,29 hektare.
Selain itu, tim juga melakukan pemanggilan pimpinan PT Karya Utama Teknik untuk menindaklanjuti aduan masyarakat. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ditemukan indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang laut.