Proyek LRT Bandung Siap Beroperasi 2030, Ini Alasan Urgensinya

Posted on

Perluasan Transportasi Massal di Bandung untuk Mengurangi Kemacetan

Kemacetan lalu lintas di Kota Bandung telah menjadi isu yang sangat mendesak. Menurut TomTom Traffic Index 2024, Bandung menempati peringkat ke-12 sebagai kota termacet di dunia dan juga tercatat sebagai kota termacet di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh penggunaan transportasi massal yang masih rendah dibandingkan dengan penggunaan kendaraan pribadi seperti mobil dan sepeda motor.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah pengembangan sistem Light Rail Transit (LRT) yang direncanakan akan menghubungkan berbagai wilayah di sekitar Bandung. Proyek LRT Bandung Raya atau LRT Cekungan Bandung mencakup rute-rute penting seperti Leuwipanjang-Jatinangor, Martadinata-Banjaran, dan Gedebage-Majalaya. Proyek ini rencananya didanai oleh Green Infrastructure Initiative (GII), sebuah kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Jerman.

Kebutuhan Mendesak dan Progres Pembangunan

Dalam Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) pada September 2023, Pemerintah Kota Bandung telah menentukan beberapa rute untuk pembangunan proyek LRT. Selain itu, pemerintah juga sedang mengembangkan Bus Rapid Transit (BRT) yang sebagian besar kendaraannya berbasis listrik.

Masalah utama kemacetan di Bandung adalah kurangnya area layanan angkutan umum yang mencakup seluruh wilayah kota. Dari total 1.408 km jalan eksisting, hanya 526,7 km yang dilayani oleh transportasi umum. Load factor angkutan umum hanya sebesar 36,6% dari minimum yang ditetapkan yaitu 60%, sehingga hanya mampu memenuhi 23% dari total pangsa angkutan kota. Secara persebaran moda, angkutan umum hanya menyumbang 13% dari keseluruhan perjalanan. Padahal, persentase People Near Transit (PNT) di Kota Bandung mencapai 82% dengan jangkauan area 77%.

Atas dasar inilah, proyek LRT Bandung Raya menjadi solusi yang diperlukan untuk mengurangi kemacetan di kota dan sekitarnya. Menurut Chris Dwi, Ketua Tim Kerja Integrasi Moda Transportasi Dinas Perhubungan Jawa Barat, progres pembangunan perkeretaapian Bandung sudah menyelesaikan dokumen Early Business Case (EBC) dan Outline Business Case (OBC) pada 2021. Persetujuan untuk mendapatkan Project Development Facility (PDF) dari Kementerian Keuangan juga sudah selesai, yang diharapkan dapat mendukung kelanjutan studi hingga lelang investasi, financial closure, dan konstruksi pada 2026 serta operasional pada 2030.

Dampak Proyek LRT di Kabupaten Bandung

Proyek LRT Kabupaten Bandung juga menjadi fokus dalam ajang West Java Investment Challenge (WJIC) 2025 yang diadakan Juli 2025 di Bogor. Dinas Perhubungan menjelaskan bahwa peningkatan kondisi sosial dan ekonomi di Wilayah Metropolitan Bandung Raya menyebabkan meningkatnya mobilitas masyarakat. Hal ini berdampak pada peningkatan permintaan akan penggunaan jasa angkutan umum yang aman, nyaman, dan cepat.

Untuk itu, pengembangan transportasi seperti Proyek Light Rapid Transit (LRT) Bojongsoang – Tegalluar menjadi kebutuhan mendesak. Berdasarkan rencana induk perekeretaapian Jawa Barat 2034, target penyelenggaraan perkeretaapian adalah mewujudkan layanan transportasi perkeretaapian yang memiliki pangsa pasar penumpang sebesar 13% dan barang sebesar 15% dari keseluruhan layanan transportasi di Jawa Barat.

Berdasarkan kajian dalam rencana induk tersebut, potensi penumpang KA Perkotaan Bandung Raya adalah sebesar ± 7,9 juta penumpang per tahun atau sekitar 21.481 penumpang per hari. Proyek LRT Kabupaten Bandung dinamakan sebagai proyek Transportasi Massal Berbasis Rel, Kabupaten Bandung dengan nilai investasi senilai Rp16 triliun. Proyek ini termasuk salah satu dari 10 proyek investasi unggulan yang lolos final di ajang WJIC 2025 dan akan ditawarkan kepada investor dalam dan luar negeri di ajang West Java Investment Summit (WJIS) 2025 pada November 2025.